Makalah IQ EQ DAN SQ
https://yuniuptt.blogspot.com/2019/01/makalah-iq-eq-dan-sq.html
MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
“IQ, EQ, DAN SQ”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu: Fadhilaturrahmi, M.Pd
Disusun Oleh :
RABIATUL
WAHYUNI 1686206056
RIAWATI 1686206057
RAHMAT 16862060
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kami panjatkan
kepada ALLAH SWT.
Karena berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayah Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul
“IQ, EQ, dan SQ”. Dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah “Bimbingan
Konseling” yang diberikan oleh dosen Ibu
Fadhilaturrahmi , M.Pd.
Akhirnya Makalah ini
dapat kami selesaikan
berkat bimbingan dan arahan dari dosen
pembimbing yang memberikan
bahan-bahan materi, dan kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan banyak
memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
Apabila dalam makalah
ini banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisannya, untuk itu kami mengharapkan
kritik, saran dan bimbingan dari semua pihak untuk perbaikan dimasa yang akan
datang.
Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna buat kita semua, aamiin.
Bangkinang
Kota, 11 Oktober 2017
Kelompok
II
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A. Pengertian IQ, EQ, dan SQ.................................................................................. 2
1. Pengertian IQ................................................................................................... 7
2. Pengertian EQ.................................................................................................. 12
3. Pengertian SQ.................................................................................................. 17
B. Tingkatan IQ......................................................................................................... 20
C. Keterkaitan IQ, EQ, dan SQ................................................................................ 23
BAB III PENUTUP................................................................................................. 25
A. Kesimpulan........................................................................................................... 25
B. Saran..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan
seseorang menunjang orang tersebut untuk berorganisasi dalam masyarakat.
Kecerdasan tidak bisa didapat secara instan, namun harus dengan proses
mendapatkan kecerdasan tersebut. Orang yang terbilang kurang cerdas dapat
menjadi cerdas apabila orang tersebut terus berlatih, baik berlatih untuk
kecerdasan intelektual, emosi, maupun untuk memupuk spiritual. Orang yang
cerdas secara intelektual belum tentu cerdas secara emosi. Ketidak seimbangan
hal tersebut dapat menjadikan ketimpangan dalam diri seseorang. Ketiga
kecerdasan tersebut (intelektual, emosi, dan spiritual) seharusnya seimbang
agar mencapi kecerdasan yang sesungguhnya.
Untuk
mengukur kecerdasan seseorang, pada zaman ini telah banyak tes yang bisa
dilakukan. Pengukuran-pengukuran tersebut dapat menjadi tolak ukur kecerdasan
yang dicapai seseorang. Namun hal tersebut tidak permanen. Sesuai dengan
tingkatan ada patokan tertentu yang mendasari kecerdasan seseorang, umur dan
daerah tempatnya hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan IQ, EQ, dan SQ?
2. Apa saja tingkatan IQ?
3. Bagaimana cara mengatasi anak berdasarkan
tingkatan IQ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ.
2.
Mengetahui tingkatan IQ.
3. Mengetahui cara mengatasi anak berdasarkan
tingkatan IQ.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IQ, EQ dan SQ
Mengapa orang yang lebih sosial berhasil sedangkan
yang IQ-nya sedang banyak yang gagal? Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa
kecerdasan emosi (EQ) bukanlah lawan dari kosien kecerdasan (IQ). EQ justeru
melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan kognitif.
Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi mempengaruhi fungsi otak
dan kecepatan kerjanya (Cryer dalam Kemper). Penelitian bahkan juga menunjukkan
bahwa kemampuan intelektual Albert Einstein yang luar biasa itu mungkin
berhubungan dengan bagian otak yang mendukung fungsi psikologis, yang disebut
amygdala. Meskipun demikian, EQ dan IQ berbeda dalam hal mempelajari dan
mengembangkannya.
IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir
dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak
dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bisa dipelajari,
dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur. Penelitian justeru menunjukkan
bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat dengan bertambahnya usia.
Perbedaan lain, IQ merupakan kemampuan ambang yang hanya bisa menunjukkan jalan
bagi karir kita atau membuat kita bekerja di bidang tertentu; sedangkan EQ
berjalan di jalan itu dan mempromosikan kita di bidang itu. Oleh karena itu,
keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan unsur penting dalam keberhasilan
manajerial. Sampai tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi
kompetensi berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan
yang diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. Sebaliknya, kompetensi dan
Ketrampilan berbasis-EQ jauh lebih efektif, terutama pada tingkat organisasi
yang lebih tinggi ketika perbedaan IQ dapat diabaikan.
Dalam studi perbandingan antara orang yang kinerjanya
cemerlang dan yang biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi,
perbedaannya 85% disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman
mengatakan bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda, ternyata
EQ menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan dalam organisasi
secara umum. Kami merujuk kepada studi kasus yang dilakukan oleh
Dr. Goleman
dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk menganalisis bagaimana kompetensi EQ berkontribusi
bagi laba yang didapatkan sebuah firma akuntansi yang besar. Pertama, IQ dan EQ
para partisipan diuji dan dianalisis secara mendalam; kemudian mereka
diorganisasi ke dalam beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok
diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti manajemen-diri dan
ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok yang terdiri atas
orang-orang ber-IQ tinggi.
Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang
diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan
ketrampilan sosial tinggi menghasilkan skor peningkatan laba 110%, sementara
yang dibekali manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $
1.465.000 per tahun. Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan
analitik tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ
memang meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan
kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja.
Didalam bidang pendidikan,Pemerintah masih berusaha
untuk mendapatkan formula yang terbaik dalam mendidik pelajar-pelajar
disekolah. Pendidikan telah begitu merosot hingga pelajar terlibat dalam
gangsterisme, vandalisme, budaya rock, budaya metal, skinhead, narkoba, melawan
guru, bahkan paling sering terjadi perkelahian antar pelajar.
Ada pihak yang menyarankan pendidikan diarahkan kepada
system pertumbuhan IQ (intelligence
quotient) semata-mata. Dalam system yang ada sekarang, kecerdasan atau IQ
saja yang menjadi indeks pengukur untuk menilai kecerdasan seseorang pelajar.
Namun ada pihak lain yang menentang, IQ hanya salah satu ukuran untuk
menunjukkan kemampuan mental dalam mempelajari ilmu dan menyelesaikan masalah
teoritikal. Ia tidak menunjukkan kepada kualitas pelajar secara menyeluruh yang
sepatutnya merangkum lebih banyak ciri, bidang dan kriterianya.
Kalau diteliti kita akan mendapati bahwa, akhlak,
pribadi, jati diri dan perilaku pelajar semakin buruk dan merosot. Pasti ada
sesuatu yang tidak kena. Juga membuktikan bahwa system bidang pengajaran
pendidikan para pelajar ada yang kurang dan tidak menyeluruh. Pribadi pelajar
yang terbina berat sebelah dan tidak seimbang. Ada usulan untuk penambahan
kecerdasan lain yang mesti
diambil
yaitu EQ (emotional quotient). Harusnya penerapan pembelajaran IQ perlu di
imbangi dengan EQ, kecerdasan minda perlu di imbangi dengan kecerdasan emosi.
Kalau tidak emosi para pelajar akan mudah terganggu dan pelajar akan bertindak
mengikut emosi dan dorongan perasaan. Dalam hal ini kecerdasan minda tidak akan
berfungsi dengan baik. Apabila pelajar mempunyai EQ yang rendah atau kecerdasan
emosinya kurang, maka emosinya menjadi tidak stabil. Mereka akan bertindak
mengikut emosi dan mudah terjebak dengan vandalisme, gangsterisme, keganasan
atau mencederakan orang lain.
Tuhan menjadikan manusia mempunyai sifat batin yang
berbeda-beda antara satu sama lain. Ada tiga jenis sifat atau kekuatan batin
yang menonjol yang merupakan sifat manusia yang berbeda-beda itu. Diantaranya
ialah:
1.
Kekuatan akal
2.
Kekuatanperasaan
3.
Kekuatanjiwa
Dalam istilah modennya, dinamakan IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Namun tidak semua
orang ataupun para pendidik yang benar-benar faham tentang ketiga-tiga kekuatan
ini dan bagaimana untuk mengendalikannya. Setiap orang mempunyai salah satu
dari kekuatan diatas. Jarang ada manusia yang memiliki kekuatan tersebut sekali
gus kecuali para Nabi dan para Rasul. Orang yang mempunyai kekuatan akal
selalunya kurang mempunyai kekuatan jiwa dan kekuatan perasaan. Seterusnya,
sesiapa yang mempuyai kekuatan jiwa, maka dia kurang mempunyai kekuatan akal
dan kekuatan perasaan.
Kalau seseorang itu mempunyai kekuatan perasaan pula
maka kekuatan jiwanya dan kekuatan akalnya pula kurang. Sifat, watak dan bakat
seseorang itu bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Inilah sebab
utama dan terbesar mengapa berlaku perbedaan sifat, watak dan bakat antara
seseorang dengan orang lain. Inilah diantara hikmah dan rahmat Tuhan dalam
penciptaan manusia. Sifat, bakat, minat dan kecenderungan manusia itu tidak
sama dan berbeda-beda mengikut sifat dan kekuatan batinnya. Ini sesuai denga
keperluan masyarakat itu sendiri yang tidak sama dan berbeda-beda. Yang kuat
jiwa suka dan berbakat menjadi polisi, tentera, bertani, penternak dan nelayan.
Yang kuat akal berbakat menjadi guru, saint, doktor, teknokrat. Yang kuat perasaan
berbakat menjadi ahli seni, pekerja media, sasterawan dan sebagainya.
Memang benar bahwa system pendidikan sekarang amat
lemah dan mementingkan kekuatan akal atau IQ semata-mata. Tidak ada tempat dan
ruang untuk pelajar yang kuat jiwa dan kuat perasaan atau dalam istilah lain
yang kuat SQ dan EQ nya. Oleh itu mereka ini terpinggir dalam system yang hanya
mementingkan IQ semata-mata. System ini tidak relevan bagi mereka. Tidak heran
kalau mereka ini rusak dan hanyut karana tidak dapat menyesuaikan diri dengan
system yang ada. Mereka di asah dan diuji untuk menghasilkan kerja akal padahal
kekuatan mereka bukan terletak disitu.
Dalam hal-hal yang mereka minati dan mampu berdasarkan
kekuatan perasaan dan jiwa mereka tidak pernah dibina. Kesannya ialah tekanan
perasaan, kekecewaan, putus asa dan kekeliruan. Maka berlakulah tindak balas
dendam sebagai manifestasi kepada kekecewaan, tekanan perasaan, putus asa dan
kekeliruan ini. Yang kuat jiwa mengganas, memberontak dan melanggar disiplin
dan peraturan. Yang kuat perasaan pula mendongkol, murung, merasa inferiority
complex, putus asa dan sakit jiwa. Didalam setiap kekuatan batin yang
disebutkan diatas, ada kebaikan dan ada pula keburukannya. Yang baik akan
memberi faedah. Yang buruk pula akan membawa kerugian. Sifat-sifat baik dan
buruk ini adalah seperti berikut:
KEKUATAN
AKAL
Orang yang kuat akal mempunyai keupayaan berfikir.
Melalui pemikirannya itu, dia dapat membuat berbagai-bagai penemuan dan teori.
Dia juga mudah faham dan mudah mengingati ilmu-ilmu yang dipelajarinya bahkan
dia mampu mengambil ilmu yang tersirat dan yang tersembunyi. Dia juga sangat
berhati-hati supaya hasil kerja akalnya tidak salah.Kelemahannya, orang yang
kuat akal selalu asyik-mahsyuk dengan kerja akalnya sehingga dia selalu terlupa
dan lalai dari tanggungjawapnya terhadap Tuhan, terhadap masyarakat, keluarga
bahkan pada dirinya sendiri. Jiwanya penuh dengan rasa ego maupun sombong (rasa
diri hebat).
KEKUATAN
PERASAAN
Orang yang kuat perasaan selalunya sangat berhati-hati
dan tidak gopoh. Dia sangat bertimbang-rasa dan wataknya lemah lembut. Namun
keburukan sifat orang yang kuat perasaan ini ada banyak. Dia bakhil, mudah
merajuk, mudah
kecewa, suka
menyendiri, rasa rendah diri dan tidak yakin pada diri sendiri. Dia juga mudah
beralah, pemalu, penakut, tidak tahan diuji dan suka buruk sangka.
KEKUATAN
JIWA
Orang yang kuat jiwa pula berani, yakin pada diri,
pemurah, tabah, tahan diuji dan tidak putus asa.
Keburukannya pula, dia selalu gopoh, boros (membazir),
zalim (suka menindas), pemarah, sombong, pendendam dan ujub. Dalam hendak
mendidik para pelajar, kekuatan batin mereka harus dikenalpasti terlebih
dahulu. Setiap guru dan pendidik mesti tahu dimana letaknya kekuatan batin
setiap pelajar mereka. Adakah akalnya kuat, perasaannya atau adakah jiwanya
yang kuat. Kemudian mereka perlu di didik mengikut kekuatan mereka
masing-masing.
Setiap pelajar mempunyai sifat –sifat batin yang baik
disamping sifat-sifat batin yang buruk. Tegasnya setiap pelajar mempunyai
kelebihan dan keistimewaan dan juga kekurangan dan kelemahan yang tertentu
bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Setiap sifat yang baik itu
tidak akan sempurna selagi ianya tidak di pimpin dengan syariat Islam dan
diarahkan kepada jalan Allah. Begitu juga, setiap sifat yang buruk itu boleh di
didik hingga menjadi baik atau sekurang-kurangnya ia boleh dibendung agar ia
tidak meliar. Inilah yang perlu difahami oleh para guru dan pendidik dan semua
yang terlibat dengan para pelajar disemua peringkat samada di peringkat
sekolah, pendidikan daerah, pendidikan negeri dan kementerian sendiri. Kalau
istilah pembelajaran itu berkaitan dengan ilmu, kemahiran dan akal, istilah
pendidikan pula melibatkan pengurusan dan pengendalian sifat batin pelajar.
Selagi perkara ini tidak difahami, tidak diambil kira dan tidak dijadikan
konsep dan prinsip dalam mendidk, membimbing dan membentuk para pelajar, selagi
itulah kita tidak akan dapat menghasilkan pelajar yang benar-benar cemerlang
lahir dan batinnya.
1.
Kecerdasan Intelektual atau Intelligence Quotient (IQ).
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi
dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat
mendasar. Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak
dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Intelligence Quotient atau yang
biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia
yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis
pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha
membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma
populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test
Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan
tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek
kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut.
Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti
kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam
diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5% dari total berat
badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30% seluruh
cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15
triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak
satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.
Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5% dan untuk
orang jenius memakainya 5-6%. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami
penggunaan sisa memori sekitar 94%.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang
ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang
peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ
atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.Daya
tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari
keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup. IQ atau daya
tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada
sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping
faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan
emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai
berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan
IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan
bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah:
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah:
Usia Mental Anak
|
x 100 = IQ
|
Usia Sesungguhnya
|
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya
kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4
tahun.
Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si
anak adalah 4/3 x 100 = 133. Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah
sebagai berikut:
TINGKAT KECERDASAN
|
IQ
|
Genius
|
Di atas 140
|
Sangat Super
|
120-140
|
Super
|
110-120
|
Normal
|
90-110
|
Bodoh
|
80-90
|
Perbatasan
|
70-80
|
Moron / Dungu
|
50-70
|
Imbecile
|
25-50
|
Idiot
|
0-25
|
Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas
menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi kecerdasan dalam
tujuh macam, antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Kecerdasan fisual/spesial (
kecerdasan gambar) : profesi yang cocok untuk tipe kecerdasan ini antra lain arsitak,
seniman, designer mobil, insinyur, designer graffis, komputer, kartunis,
perancang intrior dan ahli fotografi.
b.
Kecerdasan
veerbal/linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi yang cocok bagi mereka yang
memiliki kecerdasan ini antara lain: pengarang atau menulis, guru, penyiar
radio, pemandu acara, presenter, pengacara, penterjemah, pelawak.
c.
Kecerdasan
musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini adalah peenggubah lagu,
pemusik, penyaanyi, disc jokey, guru seni suara, kritikus musik, ahli terapi
musik, audio mixier (pemandu suara dan bunyi).
d.
Kecerdasan
logis/matematis ( Kecerdasan angka): Profesi yang cocok bagi mereka yang
memiliki kecerdasan ini adalah ahli metematika, ahli astronomi, ahli pikir,
ahli forensik, ahli tata kota, penaksir kerugian asuransi, pialang saham,
analis sistem komputer, ahli gempa.
e.
Kecerdasan
interpersonal (cerdas diri): Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki
kecerdasan ini adalah ulama, pendeta, guru, pedagang, resepsionis, pekerja
sosial, pekerja panti asuhan, perantara dagang, pengacara, manajer konvensi,
ahli melobi, manajer sumber daya manusia.
f.
Kecerdasan
intrapersonal (cerdas bergaul): profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki
kecerdasan ini adalah politik, ahli kearsipan, ahli agama, ahli budaya, ahli
purbakala, ahli etika kedokteran.
Karakteristik orang yang memiliki IQ tinggi antara
lain :
a.
Berpikiran secara logis
Logis merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang
diungkapkan lewat kata-kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logis bisa
juga
diartikan dengan masuk akal. Orang yang berpikiran secara logis pasti
pemikirannya masuk akal.
b.
Rasional
Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang
berarti dapat diterima oleh akal dan pikiran serta dapat ditalar sesuai dengan
kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah sesuatu hal yang di dalam
prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada.
c. Sistematis
Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan
merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
Menurut William Stern bahwa kecerdasan seseorang
sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan
tidak begitu berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Teori yang cukup banyak
dianut adalah bahwa kecerdasan terdiri dari suatu faktor G (general factor),
kemampuan yang terdapat pada semua individu tapi dengan tingkatan yang berbeda
satu dengan yang lain, dan berbagai faktor S (special factor), kemampuan yang
berkaitan dengan bidang tertentu. Faktor G bukanlah sekedar penjumlahan faktor
S, masing-masing merupakan satu kesatuan yang memiliki kualitas tersendiri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat IQ pada diri
seseorang adalah :
a.
Pengaruh faktor bawaan atau
keturunan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu
yang berasal dari suatu keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ
meraka berkorelasi tinggi sekitar 0,50, orang yang kembar sekitar 0,90, yang
tidak bersanak saudara sekitar 0,20, serta anak yang diadopsi korelasi dengan
orang tua angkatnya sekitar 0,10 sampai 0,20.
b.
Pengaruh lingkungan
Walaupun ada cirri-ciri yang pada dasarnya sudah
dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan
yang
berarti. Kecerdasan tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan setiap
individu sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi pada saat anak-anak. Oleh
karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dangan kecerdasan
seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh
lingkungan yang amat penting selain guru. Rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting,
seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain khususnya pada
masa-masa peka.
c.
Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan kecerdasannya.
d. Minat dan
pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa setiap individu itu dapat
memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia
mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama
lain. Akan tetapi faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan
merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan satu sama lain.Seorang anak
dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai fator keturunan dan
dirangsang oleh faktor lingkungan terus menerus. Orang tua yang cerdas anaknya
cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan
kecerdasannya sejak di dalam kandungan, masa bayi dan balita. Akan tetapi,
orang tua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum
tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan
ekonomi), anaknya bisa cerdas jika dicukupi
kebutuhan
untuk pengembangan kecerdasan sejal di dalam kandungan sampai usia sekolah dan
remaja.
Peran IQ dalam kehidupan setiap
individu adalah sebagai berikut:
Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam
kehidupan setiap individu, karena IQ merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh
otak manusia yang dapat melakukan beberpa kemampuan, seperti kemampuan menalar,
merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, dan belajar serta mengambil keputusan dan menjalankan
keputusan tersebut. Orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang
baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan
diolah, untuk pada waktu yang dan pada saat dibutuhkan diolah dan
diinformasikan kembali.
Tips Meningkatkan IQ,
antara lain:
a.
Makan secara teratur, serta makan
makanan yang banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan otak.
b.
Istirahat cukup.
c.
Motivasi diri untuk selalu optimis
dan hilangkan rasa malas.
d.
selalu berpikir positif.
e.
kembangkan keterampilan otak dengan
kegiatan puzzle, tebak kata, teka teki silang, dll.
f.
batasi waktu yang tidak berguna,
misalnya bermain secara berlebih.
2.
Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah istilah baru yang
dipopulerkan oleh Daniel Golleman.
Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995)
berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran
rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan
intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran
emosional digerakkan oleh emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional
Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang
berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran,
EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ
tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan
kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk
menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan
dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal
yang lebih positif. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan
potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat
secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir
harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki
kecerdasan intelektual. Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
a.
Kecerdasan emosional merupakan
kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain,
memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri
dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999).
b.
Emosi adalah
perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal
dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun
dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih,
gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
c.
Kemampuan
mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat
perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan
dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’
oleh emosinya.
d.
Kemampuan
mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan
lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan
lingkungannya/orang lain.
e.
Kemampuan
mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty)
serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang
dimaksud.
f.
Kemampuan
memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya
dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi
diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat
produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya.
g.
Kemampuan
mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi
diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu
berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu
menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi,
mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen.Makanya,
orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan
pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar
suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya
infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang
lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang
disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca
indra.
Substansi dari kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara
manusiawi.Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat
membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non
verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya
baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut
dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan
emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas,
ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ
mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap
dirinya (intra personal) seperti self
awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self
regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal)
seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang
memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik
.
Kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang
menyenangkan maupun menyakitkan.Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung
adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu
mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi. Dalam bahasa agama , EQ adalah
kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu”. Hati
mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan
menjadi sesuatu yang dijalani.Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat
diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas
dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi
dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi
tujuh kerangka keja kecakapan ini, yaitu:
a.
Kecakapan pribadi yaitu kecakapan
dalam mengelola diri sendiri.
b.
Kesadaran diri
yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya
diri yang tinggi.
c.
Pengaturan
diri: yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat
dapat dipercaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan inovasi.
d.
Motivasi:
yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi , berkomitmen, berinisiatif, dan
optimis.
e.
Kecakapan
sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu
hubungan.
f.
Empati:
yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan
mengambangakan orang lain. Mengatasi keragmana orang lain dan kesadaran
politis.
g.
Ketrampilan
sosial: yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan yang dikehendaki pada
orang lain. Kecakapan ini meliputi pengaruh,
komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan
kooperasi serta kemampuan tim.
Ada beberapa karakteristik orang yang memiliki EQ
tinggi, yaitu :
a.
Berempati.
b.
Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c.
Mengendalikan amarah.
d.
Kemandirian.
e.
Kemampuan menyesuaikan diri.
f.
Disukai.
g.
Kemampuan memecahkan masalah antar
pribadi.
h.
Ketekunan.
i.
Kesetiakawanan.
j.
Keramahan.
k.
Sikap hormat.
Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan
seseorang sajak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
a.
Lingkungan
b.
Keluarga
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus
mengajaekan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan
contoh-contoh yang baik agar anak memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
c.
Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat telah matang jika
telah mencapai.
Sama seperti halnya IQ, EQ juga memiliki peranan
penting dalam kehidupan setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ memiliki
kontribusi penting dalam kesuksesan seseorang, bahkan melebihi dari IQ. IQ
mengangkat fungsi pikiran, sedangkan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang
memiliki
kecerdasan emosi tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya,
dapat mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah
sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus,
setiap individu memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kemampuan
mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, berhubungan dengan orang lain,
kesadaran akan emosi orang lain (kemampuan mendengarkan, merasakan atau
mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh maupun petunjuk
lain, serta kemampuan untuk menggunakan perasaan yang muncul dari dalam.
Tips
Meningkatkan EQ, Anatara Lain:
a.
Pahami dan rasakan perasaan diri
sendiri
b.
Selalu mendidik diri agar dapat
bertahan dalam situasi sulit
c.
Hadapi dunia luar tanpa rasa takut
d.
Berusaha untuk memecahkan masalah
sendiri
e.
Tumbuhkan rasa percaya diri dan
kemampuan untuk bangkit dari kegagalan
f.
Tanamkan rasa hormat pada orang
lain, kerja sama dan semangat kerja tim.
g.
Jangan menilai atau mengubah
perasaan terlalu cepat
h.
Hubungkan perasaan dengan pikiran.
3.
Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quotient (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun
terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens).
Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the
Ultimate Intellegence, Danah Zohar
dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala
intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan
nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang
untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam
dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia
pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya.Intinya, bagaimana kita
bisa melihat hal itu. Intelejensia
spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan
pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain.
Spiritual
Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan
yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ
merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas
SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan
pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ
pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan
kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat
dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind
(Psikis) and Soul (Spiritual). Selain itu menurut Danah Zohar & Ian
Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat
ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga
perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan
dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan
hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan
penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu
membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti
berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang
dapat membantu seseorang membangun dirinya secara
utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai.
Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk
memiliki nilai-nilai itu sendiri.
Menurut Robert A. Emmons, ada lima karakteristik orang
yang cerdas secara spiritual yaitu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran
yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan
kemampuan untuk berbuat baik.
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001),
cirri-ciri orang yang memiliki SQ tinggi adalah
a. Memiliki
prinsip dan visi yang kuat (prinsip kebenaran, keadilan, dan kebaikan).
b. Mampu
melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
c. Mampu
memaknai setiap sisi kehidupan.
d. Mampu
mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan
spiritual seseorang adalah antara lain sumber kecerdasan itu sendiri (God Spot), potensi qalbu (hati nurani),
dan kehendak nafsu. Sedangkan secara umum faktor utama yang mempengaruhi
kecerdasan spiritual seseorang adalah faktor lingkungan yang lebih khususnya
didominasi oleh peran oaring tua dalam membina kecerdasan anak dalam keluarga.
Manusia yang memiliki SQ tinggi cenderung akan lebih bertahan hidup dari
pada orang yang memiliki SQ rendah.
Sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual
maupun kecerdasan emosional, pada saat-saat tertentu melalui pertimbangan
afektif, kognitif, dan konatifnya, manusia akan meyakini dan menerima tanpa
keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi
apapun, termasuk dirinya. Menurut Danah Zohar, bahwa IQ bekerja untuk melihat
keluar (mata pikiran)dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),
maka SQ menunjuk pada kondisi pusat diri. Orang yang ber-SQ tinggi memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah,
bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan
memberi makna yang positif itu, seseorang
mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Kecerdasan spiritual (SQ) menyadarkan seseorang akan
tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang dijalaninya. Bahwa hidup memiliki
arah dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak
sekedar makna-makna yang bersifat duniawi. Kecerdasan ini menjadi pedoman, arah
dan tujuan hidup untuk menjalani kehidupan.
Tips Meningkatkan SQ, antara lain:
a.
Seringlah melakukan mawas diri dan
perenungan mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta
peristiwa yang dihadapi.
b.
Kenali tujuan, tanggungjawab dan kewajiban
hidup kita .
c.
Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang
dan kedamaian.
d.
Ambil hikmah dari segala perubahan
didalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu kehidupan.
e.
Kembangkan tim kerja dan kemitraan
yang saling asah-asih-asuh.
f.
Belajar mempunyai rasa rendah hati
dihadapan TUHAN dan sesama manusia
B. Tingkatan IQ
1.
Idiot (IQ:
0-29).
Idiot
merupakan kelompok individu terbelakang paling rendah. Tidak dapat berbicara
atau hanya mengucapkan beberapa kata saja. Biasanya tidak dapat mengurus
dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan dan sebagainya, dia harus
diurus oleh orang lain. Anak idiot tinggal ditempat tidur seumur hidupnya.
Rata-rata perkembangan intelegensinya sama dengan anak normal 2 tahun. Sering
kali umurnya tidak panjang, sebab selain intelegensinya rendah, juga badannya
kurang tahan terhadap penyakit.
2.
Imbecile
(IQ: 30-49).
Kelompok
Anak imbecile setingkat lebih tinggi dari pada anak idiot. Ia dapat belajar
berbahasa, dapat mengurus dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Pada
imbecile dapat diberikan latihan-latihan ringan, tetapi dalam kehidupannya
selalu bergantung kepada orang lain,
tidak dapat mandiri. Kecerdasannya
sama dengan anak normal berumur 3 sampai 7 tahun.Anak-anak imbecile tidak dapat
dididik di sekolah biasa.
3.
Moron atau
Debil/Mentally retarted (IQ: 50-69).
Kelompok ini
sampai tingkat tertentu masih dapat belajar membaca, menulis, dan membuat
perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak
memerlukan perencanaan dan dan pemecahan. Banyak anak-anak debil ini mendapat
pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa.
4.
IQ dull/
bordeline (IQ: 70-79).
Tingkat IQ
rendah atau keterbelakangan mental. Kelompok ini berada diatas kelompok
terbelakang dan dibawah kelompok normal (sebagai batas). Secara bersusah paya
dengan beberapa hambatan, individu tersebut dapat melaksanakan sekolah lanjutan
pertama tetapi sukar sekali untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di
SLTP.
5.
Normal
rendah/below average (IQ: 80-89).
Tingkat IQ
rendah yang masih dalam kategori normal (Dull Normal). Kelompok ini termasuk kelompok normal,rata-rata atau sedang tapi
pada tingakat terbawah, mereka agak lambat dalam belajarnya, mereka dapat
menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tapi agak kesulitan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.
6.
Normal
sedang (IQ: 90-109).
Tingkat IQ
normal atau rata-rata. Kelompok ini merupkan kelompok normal atau rata-rata,
mereka merupkan kelompok terbesar presentasenya dalam populasi penduduk.
7.
Normal tinggi/above
average (IQ: 110-119).
Tingkat IQ
tinggi dalam kategori normal (Bright Normal). Kelompok ini merupakan kelompok
individu yang normal tetapi berada pada tingkat yang tinggi.
8.
Tingkat IQ superior. Cerdas (superior) ,IQ 120-129.
Kelompok ini
sangat berhasil dalam pekerjaan sekolah/akademik. Mereka seringkali terdapat
pada kelas biasa. Pimpinan kelas biasanya berasal dari kelompok ini.
9.
Sangat
cerdas (very superior/ gifted) IQ 130-139.
Anak-anak
very superior lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan yang sangat baik
tentang bilangan, perbendaharaan kata yang luas, dan cepat memahami pengertian
yang abstrak. Pada umumnya, faktor kesehatan, ketangkasan, dan kekuatan lebih
menonjol dibandingkan anak normal.
10.
Genius (IQ:
140+).
Kelompok ini
kemampuannya sangat luar biasa. Mereka pada umumnya mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dan menemukan sesuatu yang baru meskipun dia tidak
bersekolah. Kelompok ini berada pada seluruh ras dan bangsa, dalam semua
tingkat ekonomi baik laki-laki maupun perempuan. Contoh orang-orang genius ini
adalah Edison dan Einstein.
C. Keterkaitan
IQ, EQ, dan SQ
Dengan mellihat bagan Meta Kecerdasan. Kita akan
melihat bahwa kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual
sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Dari bagan tersebut dapat kita
lihat, apabila kita berorientasi pada Ketuhanan, maka hasilnya adalah eq, iq
dan SQ yang terintegrasi. Pada saat masalah datang maka radar hati bereaksi menangkap
signal. Karena berorientasi pada materialisme, maka emosi yang dihasilkan
adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai
berikut: marah, sedih, kesal dan takut. Akibat emosi yang tidak terkendali, God
Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul.
Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengarkan,
yang berperan adalah emosi.
Kasus lain adalah ketika masalah atau tantangan muncul
radar hati langsung menangkap getaran atau sinyal. Ketika sinyal itu menyentuh
dinding TAUHID, kesadaran TAUHID mengendalikan emosi hasilnya adalah emosi yang
terkendali, seperti rasa tenang dan damai. Dengan ketenangan emosi yang
terkendali, maka God Spot atau pintu hati terbuka dan bekerja. Terdengarlah
bisikan-biskan, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, kreativitas, komitmen
kebersamaan perdamaian dan bisikan hati mulia lainnya. Berdasarkan dorongan
biskikan mulia itulah potensi kecerdasan intelektual bekerja dengan optimal,
yaitu sebuah
perhitungan intelektualias yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan,
kejujuran dan tanggung jawab. Lahirlah sebuah META Kecerdasan, yatiu integrasi
EQ, IQ, SQ.
Penyederhanaan Bagan hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam
model ESQ (Ary Ginanjar Agustian) .
Orientasi materialisme ketika masalah muncul pada
dimensi fisik, maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi, berupa
kemarahan, kesedihan, kekesalan. Akibatnya, suara hati ilahiah pada
dimensi spiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya aktivitas pada dimensi
fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak normal.
Seseorang yang mempunyai
kebermaknaan (SQ) yang tinggi mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan
makna yang diperoleh sehingga ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah
tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para
simpatis. jika seorang sudah tenang karena aliran darah sudah teratur, maka
seseorang akan dapat berpikir secara optimal (IQ) sehingga lebih tepat
mengambil keputusan. Menegemen diri untuk mengolah hati tidak cukup dengan IQ
dan EQ saja, tetapi SQ juga sangat berperan dalam diri manusia sebagai
pembimbing kecerdasan lain.
Orang sukses tidak hanya cukup
dengan kecerdasan intelektual tetapi juga perlu kecerdasan emosional agar
merasa gembira, dapat bekerja dengan orang lain, punya motivasi kerja, dan
bertanggung jawab. Selain itu kecerdasan spiritual juga diperlukan agar merasa
bertaqwa, berbakti, dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inteligensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir
rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient,
adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
TINGKAT KECERDASAN
|
IQ
|
Genius
|
Di atas 140
|
Sangat Super
|
120-140
|
Super
|
110-120
|
Normal
|
90-110
|
Bodoh
|
80-90
|
Perbatasan
|
70-80
|
Moron / Dungu
|
50-70
|
Imbecile
|
25-50
|
Idiot
|
0-25
|
Kecerdasan emosional dapat diartikan
dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal
yang lebih positif. Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang
berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif.
B. Saran
Dalam makalah ini
penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun
dari segi isi. Kami menyarankan pembaca agar ikut peduli mengetahui sejauh mana
pembaca mempelajari tentang “IQ, EQ dan SQ”. Makalah ini dapat membantu pembaca
dalam meningkatkan pengetahuan tentang IQ, EQ dan SQ.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustian,
Ary Ginanjar. (2001). ESQ (Emotional
Spiritul Quatient). Jakarta: Arga.
Anwar, Prabu
Mangkunegara. (1993). Perkembangan
Intelegensi Anak dan Pengukuran IQ-nya. Bandung: Angkasa.
Buhari. (2009).
Peran IQ, EQ dan Sq Dalam Hidup Anda. [Online]. Tersedia
dalam: http://buhari.blog.friendster.com/2009/01/peraniq,eqdansqdqlqmhidupand/. [Diakses 11 Oktober 2017].
Cahledug. (2008).
Peran IQ, EQ dan SQ Dalam Perkembangan Etika Profesi. [Online]. Tersedia
dalam : http://cahledug.wordpress.com/2008/06/03/peran-iq,eq-dan-sqdalamperkembanganetikaprofesi/. [Diakses
11 Oktober 2017].
Deniar. (2008).
Mengapa Kita Perlu IQ, EQ dan SQ. [Online].
Tersedia dalam: http://motivasy.net/mengapa-kita-perlu-iq,eq-dan-sq/. [Diakses
11 Oktober 2017].
Goleman,
Daniel. (2002). Emotional Intellegence.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.
Hendra,
Ades. (2009). Antara Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi, dan
Kecerdasan Spiritual. [Online].
Tersedia dalam: http://www.adeshendra.com/2009/01/kecerdasan spiritual (spiritual
quotient). [Diakses 11 Oktober 2017].
Jumadi &
Asnawi. (2005). Paradigma Baru Kecerdasn Manusia. [Online]. Tersedia
dalam: (http://grup.plankalbar.co.id/mai
imam/listinfo/formiskat/. [Diakses 11 Oktober 2017].
Mitra FM. (2008).
Kecerdasan Spiritual Menenyukan Jati Diri. [Online]. Tersedia dalam: (http://mitrafm.com/blog/2008/12/15/kecerdasan
spiritual menentukan jati diri/. [Diakses 11 Oktober 2017].
Saching. (2007).
Kecerdasan Emosi oleh Gapura. [Online]. http://shvoong.com/humanities/1705002
kecerdasan emosi/. [Diakses 11 Oktober 2017].
Saifudin,
Azwan. (2002). Pengantar Psikologi
Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudrajat,
Akhmad. (2008). IQ, EQ, dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan
Majemuk. [Online]. Tersedia dalam: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/iq,eqdansqdarikecerdasartunggalkekecerdasanmajemuk/. [Diakses 11 Oktober 2017].