Makalah Pengertian dan Masalah BK
https://yuniuptt.blogspot.com/2019/01/makalah-pengertian-dan-masalah-bk.html
MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
“PENGERTIAN BK, PENTINGNYA BK, DAN
MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI BK”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu: Fadhilaturrahmi, M.Pd
Disusun Oleh :
RABIATUL
WAHYUNI 1686206056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bimbingan dan konseling adalah
merupakan sebuah proses tolong menolong antara individu
satu dengan individu yang lain untuk memahami diri mereka sendiri. Di dalam
pendidikan bimbingan dan konseling mewakili hasrat masyarakat untuk membantu
individu, sumbangan bimbingan dan konseling menambah kepahaman tentang informasi
pendidikan, vokasional dan sosial yang diperlukan untuk membuat pilihan secara
berpengetahuam bagi pelajar.
Dalam pendidikan, konselor sekolah sebagai individu
yang tidak diharapkan bertindak sebagai hakim atau penilai. Konselor berbeda
dengan guru, pengurus sekolah dan orang tua dalam tugasnya di sekolah. Konselor
tidak bertanggung jawab seperti guru untuk memastikan bahwa pelajar
mencapai dalam bidang akademik. Oleh karena itu konselor mampu untuk mengadakan
hubungan yang harmonis sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan pelajar.
Bimbingan dan konseling ada untuk menolong pelajar
memahami berbagai pengalaman diri, peluang yang ada serta pilihan yang terbuka
untuk mereka dengan menolong mereka mengenal, membuat interpretasi dan
bertindak terhadap kekuatan sendiri, dan bersumber dari diri mereka
dan bertujuan untuk mempercepat perkembangan diri pelajar. Seorang
konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
profesional, oleh sebab itu praktiknya harus mengikuti asas-asas, dan landasan-landasan
tertentu.
B. Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan Definisi dari Bimbingan Dan
Konseling?
2.
Apa tujuan bimbingan dan konseling?
3.
Apa Pentingnya Bimbingan dan
Konseling?
4.
Apa saja masalah-masalah yang
dihadapi Bimbingan dan Konseling?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi bimbingan
dan konseling.
2.
Untuk mengetahui tujuan bimbingan
dan konseling.
3.
Untuk mengetahui pentingnya
Bimbingan dan Konseling.
4.
Untuk mengetahui masalah-masalah
yang dihadapi Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan
dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri
atas dua kata, yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari kata “conseling”). Dalam praktik, bimbingan
dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya
merupakan bagian yang integral. Untuk pemahaman yang yang lebih jelas, dalam
uraian berikut pengertian bimbingan dan konseling diuraikan secara terpisah.
a. Makna
Bimbingan
Seperti disebut diatas bahwa, “bimbingan” merupakan
terjemahan dari kata “guidance” dari
kata dasar “guide” yang berarti
menunjukkan jalan (showing the way),
memimpin (leading), memberikan
petunjuk (giving instruction),
mengatur (regulating), mengarahkan (governing), dan memberi nasihat (giving advice). (Winkel, 1991).
Istilah “guidance”,
juga diterjemahkan dengan arti bantuan dan tuntunan. Ada juga yang
menerjemahkan dengan arti pertolongan. Jadi
secara etimologis, bimbingan dan konseling berarti bantuan dan tuntunan atau
pertolongan, tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti
konteksnya bimbingan.
Makna bimbingan bisa diketahui melalui akronim kata
bimbingan sebagai berikut:
B
(bantuan)
I
(individu)
M
(mandiri) atau kemandirian
B
(bahan)
I
(interaksi)
N
(nasihat)
G
(gagasan)
A
(asuhan)
N
(norma)
Jadi bimbingan bisa berarti bantuan yang diberikan
pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian
dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi dan pemberian nasihat
serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
b. Makna
Konseling
Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “conseling” didalam kamus artinya
dikaitkan dengan “counsel” memiliki
beberapa arti, yaitu nashiat (to obtain
consel), anjuran (to give counsel)
dan pembicaraan (to take counsel).
Berdasarkan arti diatas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat,
anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
(Mortensen, 1994) menyatakan bahwa konseling merupakan
proses hubungan antar pribadi dimnana orang yang satu yang membantu yang
lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
Makna konseling juga dapat dimaknai dari akronim kata
konseling sebagai berikut;
K
(kontak)
O
(orang)
N
(menangani)
S
(masalah)
E
(expert atau ahli)
L
(laras)
I
(integrasi)
N
(norma)
G
(guna)
Jadi konseling bisa berarti kontak hubungan umbal
balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang
didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan
norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.
Berdasarkan makna bimbingan dan koseling diatas, dapat
dirumuskan makna bimbingn dan konseling sebagai berikut:
Bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan atau
pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli)
melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar
konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya
serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau
pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa)
melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk
mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri,
mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalan yang dihadapinya.
B. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berkenaan dengan perilaku,
oleh sebab itu tujuan bimbingan dan konseling adalah dalam rangka: pertama. Membantu
mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling. Kedua,
membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien. Ketiga, membantu
mengembangkan perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.
Keempat, membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya
secara mandiri.
Adapun tujuan lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Pengenalan terhadap diri sendiri dan
penerimaan terhadap diri sendiri.
2.
Penyesuaian diri terhadap lingkungan
(sekolah, rumah, masyarakat).
3.
Pengembangan potensi semaksimal
mungkin.
4.
Pemecahan masalah dengan baik dan
realistis.
Hamdan Bakran Adz Dzaky, (2004), merinci tujuan
bimbingan dan konseling dalam Islam sebagai berikut: pertama, untuk
mnghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan
mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainnah), bersikap lapang
(radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufiq dan hidayah-Nya (mardhiyah).
Kedua, untuk menghasilkan suatu perubahan,
perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada
diri sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan kerja maupun lingkungan
sosial dan sekitarnya.
Ketiga, untuk menghasilkan kecerdasan rasa
(emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi
(tasammukh), kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
Keempat, untuk menghasilkan kecerdasan
spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk
berbuat taat kepada-Nya, ketulusan memenuhi segala perintah-Nya serta ketabahan
menerima ujian-Nya.
Kelima, untuk menghasilkan potensi ilahiyah,
sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai
khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menaggulangi berbagai
persoalan hidup dan dapat membeikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
C. Masalah-masalah
yang dihadapi Bimbingan dan Konseling
Adapun
masalah Bimbingan dan
Konseling (BK) di tingkat sekolah, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Masalah Internal
Masalah
Internal adalah masalah yang timbul dari dalam
diri siswa atau faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa
dalam belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri,
seperti:
a.
Kesehatan
b.
Rasa aman
c.
Faktor kemampuan intelektual
d.
Faktor afektif seperti
perasaan dan percaya diri
e.
Motivasi
f.
Kematangan untuk belajar
g.
Usia
h.
Jenis kelamin
i.
Latar belakang social
j.
Kebiasaan
belajar
k.
Kemampuan mengingat
l.
Kemampuan
penginderaan seperti: melihat, mendengar atau merasakan.
Contoh dari masalah belajar
internal dapat dilihat dari kasus berikut:
Arin gadis cilik berusia 9 tahun. Akhir-akhir
ini prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya selalu buruk kalau soal-soal
ulangan ditulis di papan tulis. Namun ketika ujian sumatif, hasil ulangan Arin
tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan dibagikan kepada setiap
murid. Namun demikian, peringkat Arin di kelas turun drastis, dari peringkat 5
menjadi peringkat 20. Dari kasus di atas dapat dilihat, masalah yang ditekankan
adalah kemampuan indera untuk menangkap rangsangan. Arin tampaknya mempunyai
kesulitan dalam penglihatan. Ini terbukti dari berbedanya hasil yang dicapai
antara ulangan harian yang soalnya ditulis di papan tulis dengan ulangan
sumatif yang soalnya dicetak dan dibagikan kepada setiap murid.
Dengan pemahaman di atas maka dapat dikemukakan
bahwa masalah-masalah belajar internal dapat bersifat : Biologis dan Psikologis.
Masalah yang bersifat biologis artinya
menyangkut masalah yang bersifat kejasmanian, seperti kesehatan, cacat badan,
kurang makan dan sebagainya. Sementara hal yang bersifat Psikologis adalah
masalah yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, IQ, konstelasi psikis
yang terwujud emosi dan gangguan psikis.
2. Masalah Eksternal
Masalah
Eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar
diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak
beresan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari
luar diri siswa, seperti:
a.
Kebersihan rumah
b.
Udara yang panas
c.
Ruang belajar yang tidak
memenuhi syarat
d.
Alat-alat pelajaran yang tidak
memadai
e.
Lingkungan sosial maupun
lingkungan alamiah
f.
Kualitas proses belajar
mengajar.
Contoh dari masalah belajar
eksternal dapat dilihat dari kasus berikut:
Talita seorang gadis cilik duduk di kelas III
SD. Ia termasuk salah seoprang dari sejulah anak di kelasnya yang belum dapat
membaca dengan lancar. Setiap pelajaran membaca, ia menjadi ketakutan karena
setiap membuka mulut, ia ditertawakan oleh teman-temannya. Gurunya hanya
membiarkan saja dan mengalihkan giliran kepada murid lain. Akibatnya, Talita
selalu ketinggalan dari teman-temannya. Di rumah, Talia selalu dimarahi karena
dalam membaca ia dikalahkan Doli adiknya yang duduk di kelas II. Pada kasus ini
tampaknya lebih banyak menekankan pada pengaruh lingkungan, ketinggalan Talita
dalam membaca tampaknya lebih banyak disebabkan oleh “rasa takut” dan tertekan
yang ditimbulkan oleh sikap lingkungan yang tidak mendorong Talita untuk belajar.
3. Masalah Bimbingan Konseling
yang Terjadi di Tingkat Sekolah serta Upaya Penyelesaian Masalah Bimbingan
Konseling menuju Bimbingan Konseling yang Ideal
a. Masalah Internal
1)
Bimbingan dan konseling
berpusat pada masalah permukaan saja
a)
Latar belakang:
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang
diawali dengan melihat gejala-gejala dan keluhan awal yang disampaikan oleh
klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan
dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh,
lebih luas dan lebih pelik bukan apa yang sekedar tampak atau disampaikan
itu.ketidak jelian konselor dalam memandang ini yang sering kali membuat
layanan konseling diperuntukan untuk masalah permukaan yang timbul saja.
b)
Upaya perbaikan:
Usaha pelayanan seharusnya dipusatkan pada
masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpaku oleh keluhan atau
masalah yang pertama disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu memahami
masalah yang sebenarnya dan mendefinisikan masalah atau identifikasi masalah
klien yang sebenarnya.
2)
Guru BK belum
begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya sebagai konselor sekolah
a.
Latar belakang:
Masih banyaknya siswa yanng belum
bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan belum maksimalanya
pelaksanaan BK disekolah baik dalam layanan bimbingan maupun pada saat konseli
menunjukan rendahaya kemampuan guru BK yang ada di sekolah.
b.
Upaya
perbaikan:
Untuk mengatasi hal tersebut
dalam upaya peningkatan profesionalitas guru BK tentunya dapat dilakukan dengan
mengikuti seminar, work shop yang menambah pengetahuan tentang bimbingan
konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan bimbingan konseling.
3)
Keterbatasan
waktu dalam memberi layanan BK
a)
Latar belakang:
Rasio 1 guru BK dengan peserta
didik yang diatasi sekitar 1:150 sehingga bila disekolah hanya ada dua
guru BK berarti hanya mampu mengangani sekitar 300 peserata didik sedangakan
satu sekolahan terkadang memiliki siswa lebih dari 600 selain itu
pelaksaan BK hanya diberikan waktu pada jam istirahat atau pada saat jam mata
pelajaran bk dari hal itu apakah cukup dengan perbandingan rasio dan jumlah
konselor sudah cukup untuk melaksanakan bimbingan dan konseling? tentunya
secara nalar kita akan menjawab ”tidak”.
b)
Upaya
perbaikan:
Dalam masalah ini upaya yang bisa
dilakukan untuk hal tersebut konselor bisa melakukan bimbingan kelompok
sehingga konselor bisa memabntu konseli untuk menemukan solusi sendiri,
mengambil keputusan, sehingga banyak waktu yang sangat sedikit itu dapat
dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal.
4)
Keterbatasan informasi yang
diberikan dalam memberikan layanan BK
a)
Latar belakang
Kurang maksimalnya pemberian layanan bimbingan
dan konseling disekolah terutama pada saat pemberian layanan BK, terkadang
layanan BK yang diberikan oleh konselor belum bisa menjawab indikator yang
diperlukan oleh peserta didi dan kebutuhan peserta didik pada saat itu.
b.
Upaya perbaikan:
Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor
agar bisa untuk mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari referensi
di buku baik perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian
informasi bisa terlaksana dengan baik dan yang terpenting bisa menjawab
indikator yang diperlukan siswa.
5)
Kuranganya dukungan dari
sistem yang ada di sekolah
a)
Latar belakang:
Kurang maksimalnya guru BK atau konselor sekolah
dalam berkerja disekolah salah satunya kurang komunikasi antara guru kelas,
wali kelas, kepala sekolah dan lain-lain yang masih di dalam lingkup sekolah
dari hal ini bisa membuat konselor kurang bisa dengan segera dalam memberikan
layanan konseling dan mendapat informasi yang cepat mengenai siswa.
b)
Upaya perbaikan:
Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik
dengan pihak-pihak yang terkait yang ada di sekolah sehingga dengan hal
demikian semua sistem bisa bejalan dengan baik dan mendukung proses BK
disekolah.
6)
Konselor tidak bisa menyampaikan
layanan BK layaknya sebagai seorang konselor.
a)
Latar belakang:
Biasanya Layana BK yang diberikan oleh konselor
itu tidak ada melibatkan peserta didik dalam setiap layanannya sehingga ketika
konnselor menyampaikan layanan tidak ada bedanya dengan orang yang menyapaikan
penyuluhan saja sehingga layanan yang diberikan tidak dapat diserap dengan baik
karean bersifat satu arah (hanya konselor yang berbicara) tanpa melibatakan
peserta didik
b)
Solusi:
Dalam menyampaikan setiap layanan BK hendaknya
konselor selalu melibatkan peserta didik sebagai bagian dari pemberian layanan
artinya peserta didik dibuat aktif dalam setiap pemberian layanan bimbingan
sehingga setiap layanan yang diberikan akan lebih bermakna karena peserta didik
turut serta menjadi bagian dari pemberian layanan, untuk bisa membuat hal ini
terwujud hendaknya seorang konselor biasa menumbukan dinamika kelompok dalam
setiap layanan yang diberikan dan untuk menumbuhkan dinamika kelompok itu
konselor harus sering berlatih.
7)
Konselor sering tidak bisa
menjalin hubungan yang baik dengan pesrta didik
a)
Latar belakang:
Gambaran konselor yang sangat killer membuat
siswa sering menghindar apabila bertemu dan berpapasan dengan konselor sekolah
ditmabah lagi sangat minimnya waktu tatap muka anatara konselor dan peserta
didik diman konseor hanya masuk satu kali dalam 1 minggu itu dengan waktu yang
sangat minim dari hal ini yang bisa membuat salah satu factor mengapa konselor
kurang bisa mejadi mitra atau teman bagi setiap pesrta didik yang ada
disekolah hal ini bisa ditambah dengan sifat konselor yang sanagat dingin
terhadap dengan harapan peserta didik menjadi segan terhadap konselor.
b)
Solusi:
Menjadi konselor harus bisa menjadi mitra
peserta didik bukannya menimbulkan jarak hal ini salah satu cara yang bisa dilakukan:
(1)
Konselor harus bersikap ramah
(2)
Konselor
membuang image killer
(3)
Mempunyai ketulusan
(4)
Penerimaan tanpa syarat
terhadap semua peserta didik
(5)
Menumbuhkan sikap empati.
Dengan konselor sekolah melakukan hal sperti
diatas maka peserta didik akan lamabat laun akan bisa mendekat dengan atau
konselor akan lebih mudah mendekat dengan peserta didik dengan ha demikian kita
akan mudah melakukan tugas kita sebagai konselor karena telah terjalin hubungan
yang baik dan pesertadidik akan lebih cenderung terbuka dengan konselor tentang
apa yang sedang dialami dan konselor bisa dengan cepat melakukan penanganan
terhadap permsalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan cenderung
peserta didik yang dengan suka rela akan menemui konselor.
b. Masalah Eksternal
1)
Konselor di sekolah dianggap
sebagai polisi sekolah
a)
Latar belakang:
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di
sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan
tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan ”barang
siapa di antara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus
berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas
mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa yang
bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang
bersalah itu (cenderung menghukum siswa yang bermasalah) . Konselor didorong
untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah
berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya .
b)
Upaya perbaikan:
Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila
siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang
kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia telah berbuat salah, atau
predikat-predikat negatif lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap anggapan
yang merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan
siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah, konselor hendaknya menjadi
tempat pencurahan kepentingan siswa, apa yang terasa di hati dan terpikirkan
oleh siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas atau polisi yang
selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas
bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun
kekuatan, dan Pembina tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan
dankonseling hendaknya bisa menjadi konselor pengayom bagi siapa pun yang
dating kepadanya. Dengan pandangan, sikap, ketrampilan, dan penampilan konselor
siswa atau siapapun yang berhubungan dengan konsellor akan memperoleh suasana
nyaman.
2)
Bimbingan dan konseling
dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
a)
Latar belakang:
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut
seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
Akan tetapi terkadang di sekolah konselor bukanlah orang yang benar-benar
professional sehingga pada saat proses konseling terkesan hanya memberikan
nasehat bukan memabatu konseli dalam menentukan keputusan, solusi terhadap
masalahanya dan memandirikan
b)
Upaya perbaikan:
Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak
lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga
keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan
dan memahami teknik-teknik konseling sehingga pada saat proses konseling tidak
menjadi memberi nasehat.
3)
Bimbingan dan Konseling hanya
untuk orang yang bermasalah saja
a)
Latar belakang:
Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada
karena adanya masalah, jika tidak ada maka BK tidak diperlukan, dan BK itu
diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri
bahwa salah satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu
dalam menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu sendiri adalah
melakukan tindakan preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar
ketika masalah yang sewaktu-waktu datang tidak berkembang menjadi masalah yang
besar.
b)
Upaya perbaikan:
Seharusnya konselor selalu mengamati semua siswa
baik yang memiliki masalah atau yang tidak bermasalah untuk menghindari
anggapan tersebut hendaknya konselor selalu melaksana fungsi bimbingan
preventif untuk menimimalisir anggapan tersebut sehingga dengan demikian
sebelum ada masalah BK sudah muncul (layanan bimbingan).
4)
Layanan Bimbingan dan
Konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
a)
Latar belakang:
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat
dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”.
Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang
mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”.
Hal ini didasarai pada masalah yang talah kami kemukakan kami terkdang pada
pelaksanaan bimingan konseling itu banyak berupa nasehat dan nasehat itu bisa
diberikan oleh siapa saja.
b)
Upaya perbaikan:
Jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi,
tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara
profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah
bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan
latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi, serta pengalaman-pengalaman
tentunya bila hal itu dilaksanakan anggapan bimbingan dapat diberikan
olah siapa saja tentunnya akan berubah.
D. Pentingnya Bimbingan dan Konseling
di Sekolah Dasar
Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya
ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara
umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya
bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu:
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah
barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan,
salah satunya komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosio kultural,
yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi
kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Bimbingan bukan
lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi
anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai
pribadi dengan segala kebutuhan, minat, dan kemampuannya yang harus berkembang.
Pandangan ini menitikberatkan bimbingan yang bersifat preventif dan kesehatan
mental serta pengembangan diri. Pelaksanaannya dilakukan sejak awal di sekolah
dasar atau pengalaman awal anak dalam pendidikan.
1. Tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk
mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli
bimbingan karena:
a.
Kepribadian anak mudah terbentuk dan masih akan mengalami banyak
perubahan dalam proses perkembangannya.
b.
Hubungan orang tua murid dengan sekolah masih sangat mudah dibentuk di
sekolah dasar daripada di sekolah lanjutan.
c.
Anak masih mempunyai waktu terbuka untuk masa depannya, sehingga di
sekolah dasar anak dapat belajar mengenali diri sendiri dan menemukan cara-cara
pendekatan untuk menghadapi suatu persoalan dan cara memecahkannya di kemudian
hari.
2. Kesiapan (readiness) di sekolah dasar
Hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak
terlalu cepat atau terlalu lambat. Konsep ini mengharuskan identifikasi
perkembangan anak secara tepat dan awal serta membutuhkan sistem pencatatan sebaik
mungkin. Pengalaman sangat diperlukan oleh setiap pembimbing di sekolah dasar
maupun sekolah menengah untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan
yang terus-menerus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses tolong
menolong untuk mencapai tujuan yang dimaksud, dapat juga diartikan sebagai
hubungan timbal balik antara dua orang untuk menangani masalah klien, yang di
dukung dengan keahlian dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma
yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien. Bimbingan dan konseling
adalah dua komponen yang tak terpisahkan dan saling membutuhkan dan saling
berperan didalam proses bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga
konseling ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan waktu
kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar bimbingan
dan konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka
problematika dan alternatif pemecahan yang ada dalam konseling tersebut harus
senantiasa diaplikasikan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir
kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika konselor kebanyakan
lahir dari ketidakpahaman yang mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image
ketiga unsur konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang
benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah
yang dihadapi peserta didik. Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan
sendiri-sendiri, melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka,
semuanya harus dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.
B. Saran
Guru Bimbingan dan
Konseling sebaiknya terus menerus belajar agar memiliki pengetahuan yang
memadai, keberanian dan keuletan yang ditunjang oleh kemampuan berkomunikasi
serta kepribadian yang dapat diteladani.
Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyusun dan melaksanakan program kegiatan yang dapat mengembangkan potensi siswa, baik bidang akademik, non akademik dan psikologis melalui pembelajaran yang bermakna.
Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyusun dan melaksanakan program kegiatan yang dapat mengembangkan potensi siswa, baik bidang akademik, non akademik dan psikologis melalui pembelajaran yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad
sudrajat, (2008). Landasan, bimbingan,
dan konseling. [Online]. Tersedia dalam: (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling). [Diakses
21 September 2017].
Baraja,
Abubakar. (2006). Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta:
Studio Press.
Fahmi
Muhammad, (2012). Fungsi, Tujuan, dan Asas Bimbingan Konselin. [Online].
Tersedia dalam: (http://Fahmimuh13.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-tujuan-asas-asas-bimbingan_17.html). [Diakses
21 September 2017].
Kartono,
Kartini. (1985). Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. Jakarta: CV
Rajawali.
Mora
rimonda, (2013). Pengertian, prinsip,
Landasan dan Fungs. [Online]. Tersedia dalam: (http://Sfdzbd.blogspot.com/2013/03/pengertianprinsipasalandasanfungsi-dan.html). [Diakses
21 September 2017].
Prayitno.,
Emti, Erman. (1999). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Tohirin. (2007).
Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi.
Jakarta: RajaGrafindo Pers.