Makalah Model Pembelajaran CTL
https://yuniuptt.blogspot.com/2019/11/makalah-model-pembelajaran-ctl.html
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN PKN SD
“MODEL PEMBELAJARAN CTL”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Model-Model Pembelajaran PKN SD
Dosen Pengampu: Putri Hana Pebriana, M.Pd.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
RABIATUL
WAHYUNI 1686206056
NURHAYATI MARDHATILLA 1686206054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Model-Model Pembelajaran PKN SD tentang Model Pembelajaran CTL. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen
pembimbinh yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah
ini. Meskipun dalam penyusunan makalah ini kami telah mencurahkan kemampuan,
namun kami sangat menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan kami
serta masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata
yang digunakan.
Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini dapat memenuhi syarat proses kegiatan belajar kami dalam
mata kuliah Model-Model
Pembelajaran PKN SD dan apabila terdapat
kejanggalan-kejanggalan dalam penyusunan makalah ini. kami mohon maaf dan
sekali lagi kami mengucapkan terimakasih.
Bangkinang
Kota, 21 Maret 2019
Kelompok 6
DAFTAR
ISI
COVER
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C.
Tujuan.............................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A.
Pengertian Model Pembelajaran CTL.............................................................
4
B. Landasan Filosofi Model Pembelajaran CTL.................................................
6
C. Tujuan.............................................................................................................. 8
D. Karakteristik Pembelajaran CTL..................................................................... 9
E. Komponen Pembelajaran Kontekstual............................................................ 11
F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual.................................. 15
G. Penerapan Pembelajaran Kontekstual............................................................ 16
H. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan
Pembelajaran Konvensional........ 19
I. Strategi Pembelajaran Kontekstual.................................................................. 22
J. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran................................................................. 24
BAB III PENUTUP..........................................................................................
29
A. Simpulan........................................................................................................ 29
B. Saran.............................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30
A. Simpulan........................................................................................................ 29
B. Saran.............................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta
didik berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas
tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, dan
manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan praktik
pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah,
kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan,
terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan
pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah guru masih
menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.
Oleh
karena itu, pemerintah mengadakan satu terobosan untuk meningkatan mutu
pendidikan dengan terjadi pergeseran paradigma pendidikan dari teacher
active learning menjadi student active learning. Terobosan yang
telah dilakukan pemerintah ini menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam
pembelajaran merupakan suatu keharusan. Salah satu strategi pembelajaran yang
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan
bermakna bagi siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada
siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang
peluang-peluang belajar bag mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan
akademik mereka
untuk memecahkan
masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks (Depdiknas, 2002: 15). Dalam
makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran kontekstual.
Ada
kencenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.Belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya,bukan mengetahuinya.Pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi
mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan
dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan
konstektual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam
kehidupan sehari-hari .Dengan konsep itu,hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa,Proses pembelajaran alamiah berlangsung dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami,bukan mentrasfer pengetahuan dari guru
kesiswa .Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching ang Learning (CTL)?
2. Apa Tujuan
Model Pembelajaran Contextual Teaching ang Learning (CTL)?
3. Bagaimana
Karakterisktik Pembelajaran Konteksual?
4. Apa Saja
Komponen Pembelajaran Kontekstual?
5. Apa
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual?
6. Bagaimana
Penerapan Pembelajaran Kontekstual?
7. Apa
Perbedaan Pola Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran Konvensional?
8. Bagaimana
Strategi Pembelajaran CTL?
9. Bagaimana
Landasan Filosofi Model Pembelajaran CTL?
C. Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching ang Learning (CTL).
2. Untuk
Mengetahui Tujuan Model Pembelajaran Contextual Teaching ang Learning (CTL).
3. Untuk
Mengetahui Karakterisktik Pembelajaran Konteksual.
4. Untuk
Mengetahui Komponen Pembelajaran Kontekstual.
5. Untuk
Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual.
6. Untuk
Mengetahui Penerapan Pembelajaran Kontekstual.
7. Untuk
Mengetahui Perbedaan Pola Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran
Konvensional.
8. Untuk
Mengetahui Strategi Pembelajaran CTL.
9. Untuk
Mengetahui Landasan Filosofi Model Pembelajaran CTL.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL)
Model pembelajaran dengan kontekstual adalah terjemahan
dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual
berasal dari kata context yang berarti “ hubungan, konteks, suasana,
atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan
dengan suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada
awal abad ke-20 di USA oleh John Dewey. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata
lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang
masuk akal dan bermanfaat.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting
yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan
nyata yang mereka hadapi. Beberapa pendapat tentang pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut :
1.
Nanang
Hanafia (2009 : 67) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning yang
umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses
pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami
bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks
kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial,
ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks
permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
2.
Wina
Sanjaya (2008: 120) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
3.
Syaiful
Sagala (2005 : 88) menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari – hari.
4.
Rusman
(2009: 240) mengatakan pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi
atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa
dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara
langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian
ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang
baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan
pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih
menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa
yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
5.
Elaine
B. Johnson (2007: 65) memaparkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang
saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan
dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara
terpisah.
6.
Menurut
Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para
siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
7.
Menurut
Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/
konteks lainnya.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar
siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih
bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan
aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan
demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, tetapi yang
terpenting adalah proses.
Menurut
Nur Hadi CTL adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Menurut
Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para
siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
Jadi
pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat kita simpulkan bahwa
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan
sehari-hari.
B.
Landasan
Filosofi Model Pembelajaran Kontekstual
Para
pendidik yang menyetujuai pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu
tidak hidup,tidak diam ,dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip
kesaling ketergantungan,diferensiasi dan organisasi diri ,harus menerapkan
pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut
JONHSON (2004) tiga pilar dalam system CTL antara lain :
1. CTL mencerminkan prinsip kesaling
ketergantungan
Kesaling
ketergantungan mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya
.Hal ini tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika
kenitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2. CTL mencerminkan prinsip
berdeferensiasi
Ketika CTL
menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing ,untuk
menghormati perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama ,untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda ,dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tabda kemantapan dan kekuatan.
3. CTL mencerminkan prinsip
pengorganisasian diri
Pengorganisasian
diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka
sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan balik yang diberiakan oleh
penilaian autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas
dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang
berpusat pada sisiwa yang membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan
filosofi CTL adalah kontruktivisme,yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal .siswaharus mengkontruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri.Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi
fakta atau proposisi yang terpisah ,tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat
diterapkan.Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatiisme yang digagas John
Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada
pengembangan minat dan pengalaman siswa.
Anak akan
belajar belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya
mengetahuinya.
C. Tujuan
Sistem CTL
adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran
akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain penggunaan pembelajaran Konstekstual bermotto :
“Belajar dengan penuh makna”. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu
proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan
pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi gejala
yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi
dan dimiliki ketika seseorang siswa berada di dalam kelas, tetapi jauh lebih
penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar
dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan
permasalahan yang nyata yang dihadapi sehari-hari. Berikut tujuan-tujuan
pembelajaran kontekstual:
- Model pembelajaran CTL ini
bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan
atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan
kepermasalahan lainya.
- Model pembelajaran ini
bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi
perlu dengan adanya pemahaman
- Model pembelajaran ini
menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
- Model pembelajaran CTL ini
bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil
dalam memproses pengetahuan agar dapat
menemukan dan menciptakan sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
- Model pembelajaran CTL ini
bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
- Model pembelajaran nodel CTL
ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan
materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
- Tujuan pembelajaran model CTL
ini bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer
informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu
miliknya sendiri.
D.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Karakteristik
pembelajaran kontekstual dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Johnson
(2002:24), ada delapan komponen utama dalam system pembelajaran kontekstual,
seperti dalam rincian berikut:
1.
Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil berbuat (learning by doing).
2.
Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa
membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam
kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis atau anggota masyarakat
3.
Belajar
yang diatur sendiri (sell-regulated learning). Siswa melakukan pekerjaan
yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada
produknya
4.
Bekerja
sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok
5.
Berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif:
dapat menganalisis, memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti.
6.
Mengasuh
atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa
memelihara pribadinya
7.
Mencapai
standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan
mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa
untuk mencapainya
8.
Menggunakan
penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang
bermakna.
Pendapat
lainnya yaitu Rusman (2009:248) yang memaparkan proses pembelajaran dengan
menggunakan CTL harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik : (1) kerja
sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar
dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai
sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru
kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa,
(11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa,
laporan praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Sehubungan
dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran kontekstual seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd
(2005:110), sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting kowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari., dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
2.
Pembelajaran
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif,
artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
3.
Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge),
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan
diyakini, miasalnya dengna cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4.
Mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
kowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5.
Melakukan
refleksi (reflecting knowledge)
terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.
E.
Komponen
Pembelajaran Kontekstual
Prinsip pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran. Berikut adalah uraian mengenai ketujuh komponen utama dalam
pembelajaran Kontekstual :
1. Kontrukstivisme
(constructivism)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk
CTL adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya
menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahun mereka lewat
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai pada pembelajaran siswa aktif. Sebagian besar waktu proses
belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Menurut
Nurhadi kontruktivisme merupakan landasan berpikir dalam pendekatan
belajar Kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas.
Dalam hal ini, manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori
konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi
proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran,
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif
dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.
2. Menemukan
(inquiri)
Menemukan
merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran Kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus
selalu merancang kegiatan yang selalu merujuk pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang diajarkan.
3. Bertanya
(questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya bagi siswa yaitu menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya. Guru dapat menggunakan teknik bertanya
dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang
gejala-gejala
yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan, dan belajar
bertanya tentang bukti, dan penjelasan-penjelasan yang ada. Dalam pembelajaran
yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk; (1) Menggali informasi baik
administrasi maupun akademis; (2) Mengecek pemahaman siswa; (3) Membangkitkan
respon kepada siswa; (4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (6)
Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (7) Memfokuskan perhatian siswa
pada sesuatu yang dikehendaki guru; (8) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa; dan (9) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat
belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil pembelajaran
diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu dengan
yang tidak tahu. Sehingga menimbulkan komunikasi dua arah, saling memberikan
informasi satu dengan yang lain.
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat
dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.
Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar
didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu
didorong untuk menularkannya pada yang lain.
5. Pemodelan
(modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan
akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip pembelajaran
modeling merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari
guru saja akan tetapi guru dapat
memanfaatkan
siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Artinya dalam pembelajaran Kontekstual
guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan
siswa. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam olimpiade matematika
dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan
demikian siswa dianggap sebagai model. Modeling merupakan prinsip yang cukup
penting dalam pembelajaran CTL, sebab dengan modeling siswa dapat terhindar
dari pembelajaran yang abstrak.
6. Refleksi
(reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru
dipelajari, merenungkan lagi aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur
kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan
yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui
pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual,
setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajari. ”Biarkan
secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat
menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya”.
7. Penilaian
Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran Kontekstual ialah
melakukan penilaian sebenarnya. Penilaian sebagai bagian integral dari
pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi
kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian
sebenarnya adalah penilaian yang dilakukan berkenaan dengan seluruh
aktivitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh
usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian sebenarnya
menilai pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh
siswa. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan guru, tetapi bisa juga
teman lain atau orang lain.
Adapun diagram dari ketujuh komponen
pembelajaran Kontekstual adalah:
F.
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Adapun
beberapa keunggulan dari pembelajaran Kontekstual adalah:
1.
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2.
Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
3.
Kontekstual
adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh,
baik fisik maupun mental
4.
Kelas
dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi,
akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
5.
Materi
pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.
6.
Penerapan
pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
bermakna.
Sedangkan
kelemahan dari pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut:
1.
Diperlukan
waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung.
2.
Jika
guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif
3.
Guru
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4.
Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
5.
Pengetahuan
yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
G.
Penerapan
Pembelajaran Kontekstual
Sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, tentu saja terlebih
dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum
dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh guru atau pengajaran ketika
menyusun rencana pembelajaran yang
konyekstual adalah sebagai berikut.
1. Pendahuluan/orientasi
Pendahuluan
yang baik mengandung 3 unsur yaitu deskripsi singkat, relevansi atau manfaat
belajar dan menjelaskan tujuan belajar.
2. Konstruktivisme
Tampak
dari pemberian kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksi
sedikit demi sedikit pengetahuan yang sedang dipelajari melalui keterlibatan
aktif dalam belajar.
3. Penemuan/inkuiri
Berupa
pemberian kebebasan kepada siswa untuk bereksplorasi, ada keterlibatan
intelektual dan emosial termasuk keterlibatan fisik jika diperlukan. Pengajar
sebagai fasilitator.
4. Pertanyaan-pertanyaan
Mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan siswa tampak dari cara guru atau pengajar mendorong,
membimbing, dan berupaya meningkatkan kemajuan berfikir siswa. Siswa menggali
informasi, mengkonfirmasi, dan mengarahkan terhadap perhatian pada hal-hal yang
belum diketahui.
5. Masyarakat belajar
Tampak
dari aktivitas belajar secara kelompok (kooperatif/kolaboratif), tanggung jawab
bersama dalam menyelesaikan tugas dan berbagai pengalaman.
6. Permodelan
Memberi
contoh yang dapat ditiru atau dijadikan sebagai acuan oleh siswa termasuk
petunjuk mengerjakan sesuatu. Pengajar bukan satu-satunya model.
7. Refleksi
Mengajak
siswa berfikir tentang apa yang baru saja dipelajari, menghubungkan pengetahuan
yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
8. Penilaian
autentik
Lebih
mengutamakan proses daripada hasil. Dilakukan dengan berbagai cara,
dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran langsung. Yang diukur
keterampilan bukan mengingat fakta semata.
9. Waktu
Dalam satu
kali tatap muka, pengaturan penggunaan waktu yang baik adalah 5% pendahuluan,
80-90% waktu belajar, 10-15% penutup.
10. Penutup
Berupa
penyimpulan, pembuatan ringkasan, pemberian umpan balik
Beberapa
model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut.
1. Model
Pembelajaran Langsung
Inti dari
model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut
selangkah demi selangkah kepada siswa
2. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari
pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi
masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk
memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi
dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan
dan peragaan hasil.
3. Model
Pembelajaran Koperatif
Inti model
pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang
anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam
memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok,
setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan
pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan
pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student
Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan
Struktural.
H.
Perbedaan
Pola Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran Konvensional
Dalam penerapannya di lapangan, pola pembelajaran
kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional. Di bawah ini, dikemukakan
beberapa perbedaan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran
konvensional yang dimodifikasi dari Depdiknas( 2002) dan Nurhadi & Senduk
(2003).
Tabel 01. Perbedaan Pola Pembelajaran Kontekstual dan
Pembelajaran Konvensional
No
|
Pembelajaran
Kontekstual
|
Pembelajaran
Konvensional
|
1
|
Mengutamakan
pada pemahaman peserta didik.
|
Mengutamakan
daya ingat dan hafalan.
|
2
|
Pembelajaran
dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik.
|
Pembelajaran
dikembangkan oleh guru.
|
3
|
Peserta
didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
|
Peserta
didik penerima informasi secara pasif.
|
4
|
Mendorong
pembelajaran aktif dan pembelajaran berpusat pada peserta didik (students
centered).
|
Mengupayakan
peserta didik menerima materi yang disampaikan oleh pembelajar (teacher
centered).
|
5
|
Penyajian
pembelajaran berkaitan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan.
|
Penyajian
disajikan berdasarkan teoretis, abstarak, kaku dan berpegang pada buku
teks
|
6
|
Selalu
mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.
|
Memberikan
berupa informasi kepada peserta didik sampai saatnya diperlukan.
|
7
|
Materi
pelajaran selalu diintegrasikan dengan materi lain.
|
Materi
pelajaran disajikan secara terfokus berdasarkan subjek materi.
|
8
|
Peserta
didik menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, mengenal, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja
kelompok).
|
Cara
belajar peserta didik di kelas lebih banyak mendengar ceramah pembelajar,
mengerjakan latihan yang diberikan pembelajar (bekerja secara individual) dan
belajar di rumah adalah mengerjakan tugas terstruktur dari pembelajar.
|
9
|
Pengetahuan
dibangun berdasarkan kemampuan peserta didik dan atas kemauan sendiri.
|
Pengetahuan
dibangun berdasarkan kebiasaan (behavioristik) dan terikat dengan “kata
dosen/guru”.
|
10
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman.
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan.
|
11
|
Pembelajaran
menciptakan peserta didik menjadi dirinya sendiri, berbuat, untuk tahu, dan
hidup dengan masyarakat lain
|
Pembelajaran
adalah menciptakan peserta didik berprestasi di sekolah dan mendapat
nilai yang tinggi di lapor.
|
12
|
Mengajak
peserta didik belajar mandiri, berpikir kritis, dan kreatif dalam
mengembangkan kemampuan diri.
|
Peserta
didik diberi pengetahuan agar dapat menjadi bekal hidupnya.
|
13
|
Pengetahuan
peserta didik akan dapat dibangun melalui interaksi sosial dan lingkungan.
|
Pengetahuan
peserta didik berkembang melalui proses interaksi peserta dengan pembelajar.
|
14
|
Peserta
didik tidak melakukan sesuatu yang buruk karena sadar hal tersebut dapat
merugikan dirinya
|
Peserta
didik tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
|
15
|
Bahasa
yang dipergunakan dalam proses pembelajaran adalah bahasa komunikatif,
peserta didik diajak mengguakan bahasa konteks nyata
|
Bahasa
yang dipergunakan dalam proses pembelajaran adalah struktural; rumus
diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (drill).
|
16
|
Mendorong
munculnya motivasi instrinsik
|
Mendorong
munculnya motivasi ekstrinsik.
|
17
|
Pembelajaran
tidak terikat pada tempat, waktu, dan sarana.
|
Pembelajaran
hanya terjadi di kelas
|
18
|
Pembelajar
(dosen/guru) menguatkan dan meneguhkan kesimpulan yang telah dibuat oleh
peserta didik.
|
Pembelajar
(dosen/guru) membuatkan kesimpulan materi pelajaran yang telah disajikan
sebelumnya.
|
19
|
Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik (pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap).
|
Hasil
belajar diukr melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
|
Perbedaan
pola pembelajaran seperti dikemukakan di atas memberi kesan bahwa pembelajaran
kontekstual tampil dengan sejumlah keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional yang dilakukan selama ini.
I.
Strategi-Strategi
Pembelajaran CTL
Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara
konstektual antara lain:
1. Pembelajaran berbasis masalah.
Dengan
memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkan.
2. Menggunakan konteks yang beragam.
Dalam CTL
guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa.
Guru
mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social
seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar
saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
4. Memberdayakan siswa untuk belajar
sendiri.
Pendidikan
formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
5. Belajar melalui kolaborasi
Dalam
setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya
dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
6. Menggunakan penelitian autentik
Penilaian
autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan
konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimilikinya
7. Mengejar standar tinggi
Setiap
seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus
ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan
Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri.
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development
(CORD) Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:
1. Relatinng
Belajar
dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata ,konteks merupakan kerangka
kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajarinya
bermakna
2. Experiencing
Belajar
adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang
dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang
dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang
dipelajarinya.
3. Applying
Belajar
menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam
konteks dan pemanfaatanya
4. Cooperative
Belajar
merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan
kelompok,komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif
5. Trasfering
Belajar
menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru.
J.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Tingkat Pendidikan : SD Pahlawan Bangkinang
Mata
Pelajaran
: PKn
Kelas/Semester
: 2/2 (genap)
Alokasi
Waktu
: 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
Menampilkan
sikap demokratis.
B. Kompetensi Dasar
Mengenal
kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
Kognitif:
Produk:
Menyebutkan manfaat/arti pentingnya bermusyawarah
Menyebutkan
contoh kegiatan bermusyawarah di keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Proses:
Mengidentifikasi jenis musyawarah di keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Afektif:
Menghargai
pendapat orang lain dengan sopan.
Mengidentifikasi
jenis musyawarah di keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan semangat kerja
sama.
Psikomotor
Mensimulasikan
pelaksanaan muyawarah di lingkungan sekolah.
D. Tujuan Pembelajaran (TP):
1.
Kognitif
Produk:
Siswa dapat menyebutkan manfaat/ arti pentingnya bermusyawarah
Proses:
Siswa dapat mengidentifikasi jenis musyawarah di keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
2.
Afektif
– Siswa
dapat menghargai pendapat orang lain dengan sopan.
–
Siswa dapat mengidentifikasi jenis musyawarah di keluarga, sekolah, dan
masyarakat dengan semangat kerja sama.
3.
Psikomotor
–
Siswa dapat mensimulasikan pelaksanaan musyawarah di lingkungan sekolah.
E. Materi
Pembelajaran
Bermusyawarah:
1.Musyawarah
di keluarga
2.Musyawarah
di sekolah
3.Musyawarah
di masyarakat
F. Model
dan Metode Pembelajaran :
Model
Pembelajaran : Cooperative Learning, CTL
Metode
Pembelajaran : Tanya jawab, Penugasan, Diskusi dan simulasi
G.
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
|
Waktu
|
1. Kegiatan
Awal
–
Guru mengucapkan salam kepada siswa.
–
Guru dan siswa memulai pelajaran dengan doa.
–
Guru memeriksa kehadiran siswa.
a.
Apersepsi
–
Guru mengingatkan kepada siswa tentang pemilihan
|
10
menit
|
ketua
kelas atau kegiatan musyawarah dengan menggunakan video.
b.
Orientasi
–
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu tentang kegiatan bermusyawarah.
–
Guru menggali pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa tentang kegiatan
bermusyawarah.
c.
Motivasi
–
Guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa kegiatan bermusyawarah
dapat meningkatkan sikap kekeluargaan dan kerukunan.
2. Kegiatan
Inti
Eksplorasi
–
Guru dan siswa melakukan kegiatan tanya jawab mengenai kegiatan musyawarah di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
–
Guru membagi siswa ke dalam kelompok sebanyak 4-5 anak.
Elaborasi
–
Siswa melakukan diskusi mengenai kegiatan musyawarah di lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
|
10
menit
|
|
|
–
Siswa membaca informasi secara mandiri.
–
Siswa mempersiapkan simulasi kegiatan
bermusyawarah
dengan mengerjakan LKS secara berkelompok.
–
Siswa melakukan simulasi kegiatan bermusyawarah bersama anggota kelompoknya
di depan kelas.
–
Siswa mengerjakan Lembar Evaluasi secara individu.
Konfirmasi
–
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.
–
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman.
3. Penutup
a.
Merangkum
–
Guru dan siswa menyimpulkan pentingnya bermusyawarah.
–
Guru dan siswa menyimpulkan pentingnya mengahargai pendapat orang lain.
b.
Menilai
Penilaian
kognitif produk : tes
Penilaian
kognitif proses: non tes
Penilaian
afektif: tes
Penilaian
psikomotor: non tes
c.
Refleksi dan tindak lanjut
|
50
menit
5
menit
10
menit
|
|
|
Guru
dan siswa melakukan refleksi tentang apa yang diperoleh hari ini.
Guru
memberikan PR kepada siswa untuk mewawancarai narasumber tentang kegiatan bermusyawarah.
|
|
H. Penilaian:
1.
Penilaian Kognitif
a.
Penilaian Produk (terlampir)
b.
Penilaian Proses (terlampir)
2.
Penialain Afektif (terlampir)
3.
Penilaian Psikomotor (terlampir)
I. Sumber
Belajar dan Media Pembelajaran:
KTSP
2006 / Kurikulum Sekolah Mitra,
Standar
Isi Mata Pelajaran
Buku
Paket Sekolah
Contoh
dalam realitas kehidupan
Gambar-gambar
Lembar
kerja siswa
Lembar evaluasi
Mengetahui, Bangkinang
Kota, 21 Maret 2019
Kepala SD Pahlawan Guru Kelas 2
Nurhayati
Mardhatillah Rabiatul
Wahyuni
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran CTL ,dapat membantu
meningkatkan hasil belajar karena strategi CTL ini lebih memfokuskan pada pemahaman
serta menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari bukan hanya sekedar hafalan saja.Sehingga dengan strategi CTL ini
siswa diharapkan dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan
agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya
sendiri dan orang lain.Sehinnga pembelajaran dengan menggunakan strategi CTL
ini pembelajaran akan lebih produktif dan bermakna.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran penulis kepada
para pembaca yang ingin mengembangkan makalah ini adalah diharapkan menambah
beberapa materi pembelajaran PKN yang efektif menggunakan model pembelajaran
konteksual.
DAFTAR
PUSTAKA
Asikin. (2003). Pembelajaran
Matematika Berdasar Pendekatan Kontruktivisme dan CTL, Makalah dalam Rangka
Seminar TOT Guru se Jawa Tengah. Semarang
Darsono, M. (2000). Belajar
Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
DePorter, Bobbi dkk. (1999). Quantum Learning. Bandung:Kaifa
Nurhadi. (2002). Contextual
Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Depdiknas.