Makalah IQ EQ DAN SQ


MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
“IQ, EQ, DAN SQ”




Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu: Fadhilaturrahmi, M.Pd





Disusun Oleh :
RABIATUL WAHYUNI     1686206056
RIAWATI                              1686206057
RAHMAT                              16862060








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
2017

KATA PENGANTAR

Segala  puji  dan  syukur  kami  panjatkan  kepada  ALLAH  SWT.   Karena berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayah Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul    “IQ, EQ, dan SQ”. Dalam rangka memenuhi  tugas  mata kuliah “Bimbingan Konseling” yang diberikan oleh dosen  Ibu Fadhilaturrahmi , M.Pd.
Akhirnya  Makalah  ini  dapat   kami  selesaikan  berkat bimbingan dan arahan dari dosen  pembimbing   yang   memberikan  bahan-bahan  materi, dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan banyak memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
Apabila  dalam  makalah  ini banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik  penulisannya, untuk itu kami mengharapkan kritik, saran dan bimbingan dari semua pihak untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat  dan berguna buat kita semua, aamiin.
                                                                          

                                                   Bangkinang Kota, 11 Oktober  2017
Kelompok II

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.  Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.  Tujuan................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A.  Pengertian IQ, EQ, dan SQ.................................................................................. 2
1.    Pengertian IQ................................................................................................... 7
2.    Pengertian EQ.................................................................................................. 12
3.    Pengertian SQ.................................................................................................. 17
B.  Tingkatan IQ......................................................................................................... 20
C.  Keterkaitan IQ, EQ, dan SQ................................................................................ 23
BAB III PENUTUP................................................................................................. 25
A.  Kesimpulan........................................................................................................... 25
B.  Saran..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 27






BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kecerdasan seseorang menunjang orang tersebut untuk berorganisasi dalam masyarakat. Kecerdasan tidak bisa didapat secara instan, namun harus dengan proses mendapatkan kecerdasan tersebut. Orang yang terbilang kurang cerdas dapat menjadi cerdas apabila orang tersebut terus berlatih, baik berlatih untuk kecerdasan intelektual, emosi, maupun untuk memupuk spiritual. Orang yang cerdas secara intelektual belum tentu cerdas secara emosi. Ketidak seimbangan hal tersebut dapat menjadikan ketimpangan dalam diri seseorang. Ketiga kecerdasan tersebut (intelektual, emosi, dan spiritual) seharusnya seimbang agar mencapi kecerdasan yang sesungguhnya.
Untuk mengukur kecerdasan seseorang, pada zaman ini telah banyak tes yang bisa dilakukan. Pengukuran-pengukuran tersebut dapat menjadi tolak ukur kecerdasan yang dicapai seseorang. Namun hal tersebut tidak permanen. Sesuai dengan tingkatan ada patokan tertentu yang mendasari kecerdasan seseorang, umur dan daerah tempatnya hidup.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa yang di maksud dengan IQ, EQ, dan SQ?
2.     Apa saja tingkatan IQ?
3.     Bagaimana cara mengatasi anak berdasarkan tingkatan IQ?

C.      Tujuan
1.    Mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ.
2.     Mengetahui tingkatan IQ.
3.     Mengetahui cara mengatasi anak berdasarkan tingkatan IQ.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian IQ, EQ dan  SQ
Mengapa orang yang lebih sosial berhasil sedangkan yang IQ-nya sedang banyak yang gagal? Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa kecerdasan emosi (EQ) bukanlah lawan dari kosien kecerdasan (IQ). EQ justeru melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi mempengaruhi fungsi otak dan kecepatan kerjanya (Cryer dalam Kemper). Penelitian bahkan juga menunjukkan bahwa kemampuan intelektual Albert Einstein yang luar biasa itu mungkin berhubungan dengan bagian otak yang mendukung fungsi psikologis, yang disebut amygdala. Meskipun demikian, EQ dan IQ berbeda dalam hal mempelajari dan mengembangkannya.
IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bisa dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur. Penelitian justeru menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat dengan bertambahnya usia. Perbedaan lain, IQ merupakan kemampuan ambang yang hanya bisa menunjukkan jalan bagi karir kita atau membuat kita bekerja di bidang tertentu; sedangkan EQ berjalan di jalan itu dan mempromosikan kita di bidang itu. Oleh karena itu, keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan unsur penting dalam keberhasilan manajerial. Sampai tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi kompetensi berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. Sebaliknya, kompetensi dan Ketrampilan berbasis-EQ jauh lebih efektif, terutama pada tingkat organisasi yang lebih tinggi ketika perbedaan IQ dapat diabaikan.
Dalam studi perbandingan antara orang yang kinerjanya cemerlang dan yang biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi, perbedaannya 85% disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman mengatakan bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda, ternyata EQ menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan dalam organisasi secara umum. Kami merujuk kepada studi kasus yang dilakukan oleh

Dr. Goleman dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk menganalisis bagaimana kompetensi EQ berkontribusi bagi laba yang didapatkan sebuah firma akuntansi yang besar. Pertama, IQ dan EQ para partisipan diuji dan dianalisis secara mendalam; kemudian mereka diorganisasi ke dalam beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti manajemen-diri dan ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok yang terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi.
Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan ketrampilan sosial tinggi menghasilkan skor peningkatan laba 110%, sementara yang dibekali manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $ 1.465.000 per tahun. Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ memang meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja.
Didalam bidang pendidikan,Pemerintah masih berusaha untuk mendapatkan formula yang terbaik dalam mendidik pelajar-pelajar disekolah. Pendidikan telah begitu merosot hingga pelajar terlibat dalam gangsterisme, vandalisme, budaya rock, budaya metal, skinhead, narkoba, melawan guru, bahkan paling sering terjadi perkelahian antar pelajar.
Ada pihak yang menyarankan pendidikan diarahkan kepada system pertumbuhan IQ (intelligence quotient) semata-mata. Dalam system yang ada sekarang, kecerdasan atau IQ saja yang menjadi indeks pengukur untuk menilai kecerdasan seseorang pelajar. Namun ada pihak lain yang menentang, IQ hanya salah satu ukuran untuk menunjukkan kemampuan mental dalam mempelajari ilmu dan menyelesaikan masalah teoritikal. Ia tidak menunjukkan kepada kualitas pelajar secara menyeluruh yang sepatutnya merangkum lebih banyak ciri, bidang dan kriterianya.
Kalau diteliti kita akan mendapati bahwa, akhlak, pribadi, jati diri dan perilaku pelajar semakin buruk dan merosot. Pasti ada sesuatu yang tidak kena. Juga membuktikan bahwa system bidang pengajaran pendidikan para pelajar ada yang kurang dan tidak menyeluruh. Pribadi pelajar yang terbina berat sebelah dan tidak seimbang. Ada usulan untuk penambahan kecerdasan lain yang mesti

diambil yaitu EQ (emotional quotient). Harusnya penerapan pembelajaran IQ perlu di imbangi dengan EQ, kecerdasan minda perlu di imbangi dengan kecerdasan emosi. Kalau tidak emosi para pelajar akan mudah terganggu dan pelajar akan bertindak mengikut emosi dan dorongan perasaan. Dalam hal ini kecerdasan minda tidak akan berfungsi dengan baik. Apabila pelajar mempunyai EQ yang rendah atau kecerdasan emosinya kurang, maka emosinya menjadi tidak stabil. Mereka akan bertindak mengikut emosi dan mudah terjebak dengan vandalisme, gangsterisme, keganasan atau mencederakan orang lain.
Tuhan menjadikan manusia mempunyai sifat batin yang berbeda-beda antara satu sama lain. Ada tiga jenis sifat atau kekuatan batin yang menonjol yang merupakan sifat manusia yang berbeda-beda itu. Diantaranya ialah: 
1.         Kekuatan akal 
2.         Kekuatanperasaan 
3.         Kekuatanjiwa 
Dalam istilah modennya, dinamakan IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Namun tidak semua orang ataupun para pendidik yang benar-benar faham tentang ketiga-tiga kekuatan ini dan bagaimana untuk mengendalikannya. Setiap orang mempunyai salah satu dari kekuatan diatas. Jarang ada manusia yang memiliki kekuatan tersebut sekali gus kecuali para Nabi dan para Rasul. Orang yang mempunyai kekuatan akal selalunya kurang mempunyai kekuatan jiwa dan kekuatan perasaan. Seterusnya, sesiapa yang mempuyai kekuatan jiwa, maka dia kurang mempunyai kekuatan akal dan kekuatan perasaan.
Kalau seseorang itu mempunyai kekuatan perasaan pula maka kekuatan jiwanya dan kekuatan akalnya pula kurang. Sifat, watak dan bakat seseorang itu bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Inilah sebab utama dan terbesar mengapa berlaku perbedaan sifat, watak dan bakat antara seseorang dengan orang lain. Inilah diantara hikmah dan rahmat Tuhan dalam penciptaan manusia. Sifat, bakat, minat dan kecenderungan manusia itu tidak sama dan berbeda-beda mengikut sifat dan kekuatan batinnya. Ini sesuai denga keperluan masyarakat itu sendiri yang tidak sama dan berbeda-beda. Yang kuat jiwa suka dan berbakat menjadi polisi, tentera, bertani, penternak dan nelayan. Yang kuat akal berbakat menjadi guru, saint, doktor, teknokrat. Yang kuat perasaan berbakat menjadi ahli seni, pekerja media, sasterawan dan sebagainya.

Memang benar bahwa system pendidikan sekarang amat lemah dan mementingkan kekuatan akal atau IQ semata-mata. Tidak ada tempat dan ruang untuk pelajar yang kuat jiwa dan kuat perasaan atau dalam istilah lain yang kuat SQ dan EQ nya. Oleh itu mereka ini terpinggir dalam system yang hanya mementingkan IQ semata-mata. System ini tidak relevan bagi mereka. Tidak heran kalau mereka ini rusak dan hanyut karana tidak dapat menyesuaikan diri dengan system yang ada. Mereka di asah dan diuji untuk menghasilkan kerja akal padahal kekuatan mereka bukan terletak disitu.
Dalam hal-hal yang mereka minati dan mampu berdasarkan kekuatan perasaan dan jiwa mereka tidak pernah dibina. Kesannya ialah tekanan perasaan, kekecewaan, putus asa dan kekeliruan. Maka berlakulah tindak balas dendam sebagai manifestasi kepada kekecewaan, tekanan perasaan, putus asa dan kekeliruan ini. Yang kuat jiwa mengganas, memberontak dan melanggar disiplin dan peraturan. Yang kuat perasaan pula mendongkol, murung, merasa inferiority complex, putus asa dan sakit jiwa. Didalam setiap kekuatan batin yang disebutkan diatas, ada kebaikan dan ada pula keburukannya. Yang baik akan memberi faedah. Yang buruk pula akan membawa kerugian. Sifat-sifat baik dan buruk ini adalah seperti berikut:

KEKUATAN AKAL
Orang yang kuat akal mempunyai keupayaan berfikir. Melalui pemikirannya itu, dia dapat membuat berbagai-bagai penemuan dan teori. Dia juga mudah faham dan mudah mengingati ilmu-ilmu yang dipelajarinya bahkan dia mampu mengambil ilmu yang tersirat dan yang tersembunyi. Dia juga sangat berhati-hati supaya hasil kerja akalnya tidak salah.Kelemahannya, orang yang kuat akal selalu asyik-mahsyuk dengan kerja akalnya sehingga dia selalu terlupa dan lalai dari tanggungjawapnya terhadap Tuhan, terhadap masyarakat, keluarga bahkan pada dirinya sendiri. Jiwanya penuh dengan rasa ego maupun sombong (rasa diri hebat).

KEKUATAN PERASAAN
Orang yang kuat perasaan selalunya sangat berhati-hati dan tidak gopoh. Dia sangat bertimbang-rasa dan wataknya lemah lembut. Namun keburukan sifat orang yang kuat perasaan ini ada banyak. Dia bakhil, mudah merajuk, mudah

kecewa, suka menyendiri, rasa rendah diri dan tidak yakin pada diri sendiri. Dia juga mudah beralah, pemalu, penakut, tidak tahan diuji dan suka buruk sangka.

KEKUATAN JIWA 
Orang yang kuat jiwa pula berani, yakin pada diri, pemurah, tabah, tahan diuji dan tidak putus asa.
Keburukannya pula, dia selalu gopoh, boros (membazir), zalim (suka menindas), pemarah, sombong, pendendam dan ujub. Dalam hendak mendidik para pelajar, kekuatan batin mereka harus dikenalpasti terlebih dahulu. Setiap guru dan pendidik mesti tahu dimana letaknya kekuatan batin setiap pelajar mereka. Adakah akalnya kuat, perasaannya atau adakah jiwanya yang kuat. Kemudian mereka perlu di didik mengikut kekuatan mereka masing-masing.
Setiap pelajar mempunyai sifat –sifat batin yang baik disamping sifat-sifat batin yang buruk. Tegasnya setiap pelajar mempunyai kelebihan dan keistimewaan dan juga kekurangan dan kelemahan yang tertentu bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Setiap sifat yang baik itu tidak akan sempurna selagi ianya tidak di pimpin dengan syariat Islam dan diarahkan kepada jalan Allah. Begitu juga, setiap sifat yang buruk itu boleh di didik hingga menjadi baik atau sekurang-kurangnya ia boleh dibendung agar ia tidak meliar. Inilah yang perlu difahami oleh para guru dan pendidik dan semua yang terlibat dengan para pelajar disemua peringkat samada di peringkat sekolah, pendidikan daerah, pendidikan negeri dan kementerian sendiri. Kalau istilah pembelajaran itu berkaitan dengan ilmu, kemahiran dan akal, istilah pendidikan pula melibatkan pengurusan dan pengendalian sifat batin pelajar. Selagi perkara ini tidak difahami, tidak diambil kira dan tidak dijadikan konsep dan prinsip dalam mendidk, membimbing dan membentuk para pelajar, selagi itulah kita tidak akan dapat menghasilkan pelajar yang benar-benar cemerlang lahir dan batinnya.

1.    Kecerdasan Intelektual atau Intelligence Quotient (IQ).
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut.
Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5% dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30% seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5% dan untuk orang jenius memakainya 5-6%. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94%.

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah:
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun.
Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133. Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut:
TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120-140
Super
110-120
Normal
90-110
Bodoh
80-90
Perbatasan
70-80

Moron / Dungu
50-70
Imbecile
25-50
Idiot
0-25
Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi kecerdasan dalam tujuh macam, antara lain adalah sebagai berikut:
a.    Kecerdasan fisual/spesial ( kecerdasan gambar) : profesi yang cocok untuk tipe kecerdasan ini antra lain arsitak, seniman, designer mobil, insinyur, designer graffis, komputer, kartunis, perancang intrior dan ahli fotografi.
b.     Kecerdasan veerbal/linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini antara lain: pengarang atau menulis, guru, penyiar radio, pemandu acara, presenter, pengacara, penterjemah, pelawak.
c.     Kecerdasan musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini adalah peenggubah lagu, pemusik, penyaanyi, disc jokey, guru seni suara, kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixier (pemandu suara dan bunyi).
d.    Kecerdasan logis/matematis ( Kecerdasan angka): Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ahli metematika, ahli astronomi, ahli pikir, ahli forensik, ahli tata kota, penaksir kerugian asuransi, pialang saham, analis sistem komputer, ahli gempa.
e.     Kecerdasan interpersonal (cerdas diri): Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ulama, pendeta, guru, pedagang, resepsionis, pekerja sosial, pekerja panti asuhan, perantara dagang, pengacara, manajer konvensi, ahli melobi, manajer sumber daya manusia.
f.      Kecerdasan intrapersonal (cerdas bergaul): profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah politik, ahli kearsipan, ahli agama, ahli budaya, ahli purbakala, ahli etika kedokteran.

Karakteristik orang yang memiliki IQ tinggi antara lain :
a.    Berpikiran secara logis
Logis merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang diungkapkan lewat kata-kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logis bisa

juga diartikan dengan masuk akal. Orang yang berpikiran secara logis pasti pemikirannya masuk akal.
b.    Rasional
Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang berarti dapat diterima oleh akal dan pikiran serta dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah sesuatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada.
c.    Sistematis
Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.

Menurut William Stern bahwa kecerdasan seseorang sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Teori yang cukup banyak dianut adalah bahwa kecerdasan terdiri dari suatu faktor G (general factor), kemampuan yang terdapat pada semua individu tapi dengan tingkatan yang berbeda satu dengan yang lain, dan berbagai faktor S (special factor), kemampuan yang berkaitan dengan bidang tertentu. Faktor G bukanlah sekedar penjumlahan faktor S, masing-masing merupakan satu kesatuan yang memiliki kualitas tersendiri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat IQ pada diri seseorang adalah :
a.    Pengaruh faktor bawaan atau keturunan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ meraka berkorelasi tinggi sekitar 0,50, orang yang kembar sekitar 0,90, yang tidak bersanak saudara sekitar 0,20, serta anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya sekitar 0,10 sampai 0,20.
b.    Pengaruh lingkungan
Walaupun ada cirri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan

yang berarti. Kecerdasan tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan setiap individu sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi pada saat anak-anak. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dangan kecerdasan seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru. Rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain khususnya pada masa-masa peka.
c.    Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan kecerdasannya.
d.   Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e.    Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa setiap individu itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Akan tetapi faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan satu sama lain.Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai fator keturunan dan dirangsang oleh faktor lingkungan terus menerus. Orang tua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasannya sejak di dalam kandungan, masa bayi dan balita. Akan tetapi, orang tua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi), anaknya bisa cerdas jika dicukupi

kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejal di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.

Peran IQ dalam kehidupan setiap individu adalah sebagai berikut:
Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap individu, karena IQ merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh otak manusia yang dapat melakukan beberpa kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar serta mengambil keputusan dan menjalankan keputusan tersebut. Orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan diolah, untuk pada waktu yang dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali.
Tips Meningkatkan IQ, antara lain:
a.         Makan secara teratur, serta makan makanan yang banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan otak.
b.         Istirahat cukup.
c.         Motivasi diri untuk selalu optimis dan hilangkan rasa malas.
d.        selalu berpikir positif.
e.         kembangkan keterampilan otak dengan kegiatan puzzle, tebak kata, teka teki silang, dll.
f.          batasi waktu yang tidak berguna, misalnya bermain secara berlebih.

2.    Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran,

EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
a.    Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999).
b.     Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
c.     Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
d.    Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
e.     Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.

f.      Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya.
g.     Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen.Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik. Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap

dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan.Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi. Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu”. Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani.Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh kerangka keja kecakapan ini, yaitu:
a.    Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
b.     Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
c.     Pengaturan diri: yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat dapat dipercaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan inovasi.
d.    Motivasi: yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi , berkomitmen, berinisiatif, dan optimis.
e.     Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu hubungan.
f.      Empati: yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan mengambangakan orang lain. Mengatasi keragmana orang lain dan kesadaran politis.
g.     Ketrampilan sosial: yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan yang dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi pengaruh,

komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kemampuan tim.

Ada beberapa karakteristik orang yang memiliki EQ tinggi, yaitu :
a.    Berempati.
b.    Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c.    Mengendalikan amarah.
d.   Kemandirian.
e.    Kemampuan menyesuaikan diri.
f.     Disukai.
g.    Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
h.    Ketekunan.
i.      Kesetiakawanan.
j.      Keramahan.
k.     Sikap hormat.

Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sajak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a.    Lingkungan
b.    Keluarga
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajaekan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh-contoh yang baik agar anak memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
c.    Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat telah matang jika telah mencapai.

Sama seperti halnya IQ, EQ juga memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ memiliki kontribusi penting dalam kesuksesan seseorang, bahkan melebihi dari IQ. IQ mengangkat fungsi pikiran, sedangkan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang

memiliki kecerdasan emosi tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, dapat mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus, setiap individu memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, berhubungan dengan orang lain, kesadaran akan emosi orang lain (kemampuan mendengarkan, merasakan atau mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh maupun petunjuk lain, serta kemampuan untuk menggunakan perasaan yang muncul dari dalam.
Tips Meningkatkan EQ, Anatara Lain:
a.         Pahami dan rasakan perasaan diri sendiri
b.        Selalu mendidik diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit
c.         Hadapi dunia luar tanpa rasa takut
d.        Berusaha untuk memecahkan masalah sendiri
e.         Tumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan
f.         Tanamkan rasa hormat pada orang lain, kerja sama dan semangat kerja tim.
g.        Jangan menilai atau mengubah perasaan terlalu cepat
h.        Hubungkan perasaan dengan pikiran.

3.    Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quotient (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya.Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia

spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual). Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara

utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.
Menurut Robert A. Emmons, ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual yaitu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk berbuat baik.
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), cirri-ciri orang yang memiliki SQ tinggi adalah
a.    Memiliki prinsip dan visi yang kuat (prinsip kebenaran, keadilan, dan kebaikan).
b.    Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
c.    Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
d.   Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan spiritual seseorang adalah antara lain sumber kecerdasan itu sendiri (God Spot), potensi qalbu (hati nurani), dan kehendak nafsu. Sedangkan secara umum faktor utama yang mempengaruhi kecerdasan spiritual seseorang adalah faktor lingkungan yang lebih khususnya didominasi oleh peran oaring tua dalam membina kecerdasan anak dalam keluarga. Manusia yang memiliki SQ tinggi cenderung  akan lebih bertahan hidup dari pada orang yang memiliki SQ rendah.
Sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional, pada saat-saat tertentu melalui pertimbangan afektif, kognitif, dan konatifnya, manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apapun, termasuk dirinya. Menurut Danah Zohar, bahwa IQ bekerja untuk melihat keluar (mata pikiran)dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ menunjuk pada kondisi pusat diri. Orang yang ber-SQ tinggi memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan

 memberi makna yang positif itu, seseorang mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Kecerdasan spiritual (SQ) menyadarkan seseorang akan tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang dijalaninya. Bahwa hidup memiliki arah dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak sekedar makna-makna yang bersifat duniawi. Kecerdasan ini menjadi pedoman, arah dan tujuan hidup untuk menjalani kehidupan.
Tips Meningkatkan SQ, antara lain:
a.    Seringlah melakukan mawas diri dan perenungan mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta peristiwa yang dihadapi.
b.    Kenali tujuan, tanggungjawab dan kewajiban hidup kita .
c.    Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang dan kedamaian.
d.   Ambil hikmah dari segala perubahan didalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu kehidupan.
e.    Kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh.
f.     Belajar mempunyai rasa rendah hati dihadapan TUHAN dan sesama manusia

B.       Tingkatan IQ
1.         Idiot (IQ: 0-29).
Idiot merupakan kelompok individu terbelakang paling rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya mengucapkan beberapa kata saja. Biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan dan sebagainya, dia harus diurus oleh orang lain. Anak idiot tinggal ditempat tidur seumur hidupnya. Rata-rata perkembangan intelegensinya sama dengan anak normal 2 tahun. Sering kali umurnya tidak panjang, sebab selain intelegensinya rendah, juga badannya kurang tahan terhadap penyakit.

2.         Imbecile (IQ: 30-49).
Kelompok Anak imbecile setingkat lebih tinggi dari pada anak idiot. Ia dapat belajar berbahasa, dapat mengurus dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Pada imbecile dapat diberikan latihan-latihan ringan, tetapi dalam kehidupannya selalu bergantung kepada orang lain,

tidak dapat mandiri. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur 3 sampai 7 tahun.Anak-anak imbecile tidak dapat dididik di sekolah biasa.

3.         Moron atau Debil/Mentally retarted (IQ: 50-69).
Kelompok ini sampai tingkat tertentu masih dapat belajar membaca, menulis, dan membuat perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan dan pemecahan. Banyak anak-anak debil ini mendapat pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa.

4.         IQ dull/ bordeline (IQ: 70-79).
Tingkat IQ rendah atau keterbelakangan mental. Kelompok ini berada diatas kelompok terbelakang dan dibawah kelompok normal (sebagai batas). Secara bersusah paya dengan beberapa hambatan, individu tersebut dapat melaksanakan sekolah lanjutan pertama tetapi sukar sekali untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di SLTP.


5.         Normal rendah/below average (IQ: 80-89).
Tingkat IQ rendah yang masih dalam kategori normal (Dull Normal). Kelompok ini termasuk kelompok normal,rata-rata atau sedang tapi pada tingakat terbawah, mereka agak lambat dalam belajarnya, mereka dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tapi agak kesulitan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.

6.         Normal sedang (IQ: 90-109).
Tingkat IQ normal atau rata-rata. Kelompok ini merupkan kelompok normal atau rata-rata, mereka merupkan kelompok terbesar presentasenya dalam populasi penduduk.

7.         Normal tinggi/above average (IQ: 110-119).
Tingkat IQ tinggi dalam kategori normal (Bright Normal). Kelompok ini merupakan kelompok individu yang normal tetapi berada pada tingkat yang tinggi.

8.         Tingkat IQ superior. Cerdas (superior) ,IQ 120-129.
Kelompok ini sangat berhasil dalam pekerjaan sekolah/akademik. Mereka seringkali terdapat pada kelas biasa. Pimpinan kelas biasanya berasal dari kelompok ini.

9.         Sangat cerdas (very superior/ gifted) IQ 130-139.
Anak-anak very superior lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan yang sangat baik tentang bilangan, perbendaharaan kata yang luas, dan cepat memahami pengertian yang abstrak. Pada umumnya, faktor kesehatan, ketangkasan, dan kekuatan lebih menonjol dibandingkan anak normal.

10.     Genius (IQ: 140+).
Kelompok ini kemampuannya sangat luar biasa. Mereka pada umumnya mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menemukan sesuatu yang baru meskipun dia tidak bersekolah. Kelompok ini berada pada seluruh ras dan bangsa, dalam semua tingkat ekonomi baik laki-laki maupun perempuan. Contoh orang-orang genius ini adalah Edison dan Einstein.

C.      Keterkaitan IQ, EQ, dan SQ


Dengan mellihat bagan Meta Kecerdasan. Kita akan melihat bahwa kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Dari bagan tersebut dapat kita lihat, apabila kita berorientasi pada Ketuhanan, maka hasilnya adalah eq, iq dan SQ yang terintegrasi. Pada saat masalah datang maka radar hati bereaksi menangkap signal. Karena berorientasi pada materialisme, maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai berikut: marah, sedih, kesal dan takut. Akibat emosi yang tidak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul. Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengarkan, yang berperan adalah emosi. 
Kasus lain adalah ketika masalah atau tantangan muncul radar hati langsung menangkap getaran atau sinyal. Ketika sinyal itu menyentuh dinding TAUHID, kesadaran TAUHID mengendalikan emosi hasilnya adalah emosi yang terkendali, seperti rasa tenang dan damai. Dengan ketenangan emosi yang terkendali, maka God Spot atau pintu hati terbuka dan bekerja. Terdengarlah bisikan-biskan, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, kreativitas, komitmen kebersamaan perdamaian dan bisikan hati mulia lainnya. Berdasarkan dorongan biskikan mulia itulah potensi kecerdasan intelektual bekerja dengan optimal,

yaitu sebuah perhitungan intelektualias yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran dan tanggung jawab. Lahirlah sebuah META Kecerdasan, yatiu integrasi EQ, IQ, SQ.
Penyederhanaan Bagan hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam model ESQ (Ary Ginanjar Agustian) .

Orientasi materialisme ketika masalah muncul pada dimensi fisik, maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi, berupa kemarahan, kesedihan, kekesalan. Akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi spiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya aktivitas pada dimensi fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak normal. 
Seseorang yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang diperoleh sehingga ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. jika seorang sudah tenang karena aliran darah sudah teratur, maka seseorang akan dapat berpikir secara optimal (IQ) sehingga lebih tepat mengambil keputusan. Menegemen diri untuk mengolah hati tidak cukup dengan IQ dan EQ saja, tetapi SQ juga sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain.
Orang sukses tidak hanya cukup dengan kecerdasan intelektual tetapi juga perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerja dengan orang lain, punya motivasi kerja, dan bertanggung jawab. Selain itu kecerdasan spiritual juga diperlukan agar merasa bertaqwa, berbakti, dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120-140
Super
110-120
Normal
90-110
Bodoh
80-90
Perbatasan
70-80
Moron / Dungu
50-70
Imbecile
25-50
Idiot
0-25

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

B.       Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Kami menyarankan pembaca agar ikut peduli mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang “IQ, EQ dan SQ”. Makalah ini dapat membantu pembaca dalam meningkatkan pengetahuan tentang IQ, EQ dan SQ.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar. (2001). ESQ (Emotional Spiritul Quatient). Jakarta: Arga.

Anwar, Prabu Mangkunegara. (1993). Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQ-nya. Bandung: Angkasa.

Buhari. (2009). Peran IQ, EQ dan Sq Dalam Hidup Anda. [Online]. Tersedia dalam: http://buhari.blog.friendster.com/2009/01/peraniq,eqdansqdqlqmhidupand/.  [Diakses 11 Oktober 2017].

Cahledug. (2008). Peran IQ, EQ dan SQ Dalam Perkembangan Etika Profesi. [Online]. Tersedia dalam : http://cahledug.wordpress.com/2008/06/03/peran-iq,eq-dan-sqdalamperkembanganetikaprofesi/. [Diakses 11 Oktober 2017].

Deniar. (2008). Mengapa Kita Perlu IQ, EQ dan SQ. [Online]. Tersedia dalam: http://motivasy.net/mengapa-kita-perlu-iq,eq-dan-sq/. [Diakses 11 Oktober 2017].

Goleman, Daniel. (2002). Emotional Intellegence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.

Hendra, Ades. (2009). Antara Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi, dan Kecerdasan Spiritual. [Online]. Tersedia dalam:  http://www.adeshendra.com/2009/01/kecerdasan spiritual (spiritual quotient). [Diakses 11 Oktober 2017].

Jumadi & Asnawi. (2005). Paradigma Baru Kecerdasn Manusia. [Online]. Tersedia dalam: (http://grup.plankalbar.co.id/mai imam/listinfo/formiskat/. [Diakses 11 Oktober 2017].

Mitra FM. (2008). Kecerdasan Spiritual Menenyukan Jati Diri. [Online]. Tersedia dalam: (http://mitrafm.com/blog/2008/12/15/kecerdasan spiritual menentukan jati diri/. [Diakses 11 Oktober 2017].

Saching. (2007). Kecerdasan Emosi oleh Gapura. [Online]. http://shvoong.com/humanities/1705002 kecerdasan emosi/. [Diakses 11 Oktober 2017].

Saifudin, Azwan. (2002). Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



Sudrajat, Akhmad. (2008). IQ, EQ, dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk. [Online]. Tersedia dalam: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/iq,eqdansqdarikecerdasartunggalkekecerdasanmajemuk/.  [Diakses 11 Oktober 2017].

Related

Materi Kuliah S1 PGSD 753732232405744983

Post a Comment

emo-but-icon

Hot in week

Recent

Comments

item